KALAM HIKMAH Jika anda imgin tahu kedudukan anda disisi Allah Maka lihatlah kedudukan Allah di hati anda

Senin, 22 Juli 2013

Aplikasi makna shalat dalam kehidupan sehari-hari

Filosofi dan Hikmah Shalat

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Latar belakang disyariatkannya shalat di satu sisi sebagai pembuktian ketundukan dan penghambaan diri terhadap Allah dan di sisi lain sebagai bentuk syukur terhadap nikmat dari Yang Maha Besar. Diantaranya adalah, ni’mat penciptaan makhluk. Allah telah menjadikan manusia dengan bentuk yang paling sempurna, hingga tak seorang pun berharap diciptakan dengan selain bentuk ini. Allah Berfirman, yang artinya:“Sungguh kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.”
Begitu pula nikmat sehat, karena dengan kesehatan anggota badan, seseorang mampu berbuat banyak kebajikan. Termasuk di dalammya nikmat pemberian sendi-sendi yang elastis dalam anatomi tubuh yang sempurna sehingga dapat difungsikan dalam kondisi apapun. Allah kemudian memerintahkan kita untuk menggunakan nikmat-nikmat itu dalam kepatuhan. Dalam shalat, kita padukan anggota badan, lisan, hati serta jiwa untuk berlutut dan memuja Kepada-Nya agar semua anggota dapat mensyukuri nikmat yang ada.
Disamping itu, shalat akan memberikan manfaat atau hikmah yang akan dirasakan para ahli shalat baik di dunia dan di akhirat kelak, apabila melaksanakannya dengan sempurna, memenuhi syarat rukun, khusu’ dan ikhlas karena Allah SWT.
Arti shalat menurut bahasa ‘Arab adalah doa. Menurut istilah syara’ ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu’, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
Kalau kita perhatikan perintah shalat dalam Al-Quran, ditemukan bahwa perintah itu selalu dimulai dengan kata ‘aqimu’ (kecuali 2 ayat, atau bahkan cuma 1 ayat). Kata ‘aqimu’ biasa diterjemahkan dengan ‘mendirikan’, meskipun sebenarnya terjemahan tersebut tidak tepat. Karena, seperti kata mufasir Al Qurthuby dalam tafsirnya, ‘aqimu’ bukan terambil dari kata ‘qama’ yang berarti ‘berdiri’, tetapi kata itu berarti ‘bersinambung dan sempurna’. Sehingga perintah tersebut berarti ‘melaksanakannya dengan baik, khusu’ dan bersinambung sesuai dengan syarat rukun dan sunnahnya’.
Kalau demikian, banyak yang shalat, tapi tidak melaksanakannya. Banyak orang yang shalat dengan sempurna rukun, syarat dan sunnahnya namun tidak sedikit yang tidak menghayati arti dan tujuan shalatnya.
Itulah mungkin sebabnya banyak masalah di tubuh umat Islam pada sekarang ini. Bisa jadi permasalahan awal dan utama adalah karena shalatnya yang belum sempurna, belum memenuhi syarat rukun, khusu’ dan ikhlas, sehingga shalat yang dilaksanakan selama ini belum memberikan dampak positif yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
59. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (al-A’raf).
Ibadah shalat memiliki kedudukan yang utama dalam keseluruhan ibadah kepada Allah. Dari beberapa hadits Rasul yang menjelaskan kedudukan shalat dapat disimpulkan :
  1. Shalat merupakan “mi’rajul mukminin” (mikrajnya orang-orang beriman)
  2. Shalat sebagai tiangnya agama, barangsiapa menegakkan shalat berarti telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkan shalat berarti merusak agama
  3. Shalat sebagai amal ibadah yang membedakan antara umat Islam dan orang kafir (al farqu baina ‘abdi walkufri)
  4. Shalat merupakan ibadah yang pertama dihisab di yaumil qiyamah.
Apabila orang Islam telah menegakkan shalat secara sempurna (syarat-rukunnya), khusyu, dan ikhlas dalam pengamalannya, maka shalat tersebut akan memberikan dampak yang positif terhadap suasana bathin, kejiwaan, atau psikologisnya yang tentram. Kondisi ini amat mendukung bagi terbentuknya kepribadian (personality) yang utuh, sehat, produktif, atau efektif. Kepribadian yang efektif itu mempunyai cirri-ciri :
  1. Komitmen terhadap nilai-nilai agama
  2. Konsisten atau istiqomah dalam kebenaran
  3. Kontrol diri (self-control) dari dorongan hawa nafsu
  4. Kreatif, banyak idea atau gagasan dalam menebarkan kebenaran atau kebaikan
  5. Kompeten dalam mengamalkan ajaran agama
Diantara hikmah yang terkandung dalam shalat apabila dilaksanakan secara sempurna memenuhi syarat-rukunnya adalah
1. Disiplin waktu
Orang yang shalat tepat pada waktunya dapat dilihat dari sikapnya yang efektif menggunakan waktu. Ia tidak membiarkan nikmat yang mahal harganya ini berlalu sia-sia.
103. … Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (an-Nisa)

2. Kebersihan
Shalat tidak sah bila tanpa bersuci. Hikmahnya, orang yang shalatnya khusyu’ akan cinta dengan hidup yang bersih. Akan selalu berpikir bagaimana lahir batinnya bisa selalu bersih.

3. Niat lurus karena Allah
Seorang yang khusyu’ shalatnya akan selalu menjaga niat dalam setiap perbuatannya. Ia tidak mau bertindak sebelum yakin niatnya lurus karena Allah.
6:162. Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam
7:29. “Luruskanlah muka (diri) mu di setiap salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepada-Nya)”.

4. Islam cinta keteraturan
Shalat juga memiliki rukun yang tertib urutannya. Hikmahnya adalah shalat mengajarkan agar mukmin senantiasa tertib, teratur dan prosedural dalam hidupnya.

5. Tawadhu’
Ketika sujud, kepala dan kaki sama derajatnya, bahkan dalam shalat setiap orang sama derajatnya. Ini bermakna dalam hidup kita harus tawadhu’. Sebab kemuliaan yang hakiki hanya pantas di miliki Allah SWT.
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

6. Muslim tidak akan pernah berbuat zhalim pada orang lain
Shalat di tutup dengan salam, yang merupakan sebuah doa agar orang di sekitar kita di beri keselamatan dan keberkahan dari Allah. Ucapan salam inì sekaligus garansi bahwa bahwa seorang muslim akan memberikan dan menyebarkan keselamatan, rahmat dan barokah kepada orang-orang di sekitarnya, sebab shalat menjadi pencegah perbuatan fahsya dan munkar.
Sesuai dengan fungsinya sebagai pencegah perbuatan fahsya dan munkar sebagaimana dalam QS. Al-Ankabut : 45
45. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dengan demikian sudah selayaknya orang Islam yang menegakkan shalat mampu menerapkan nilai-nilai shalat itu dalam rangka mengendalikan diri (self-control) dari perbuatan yang dilarang atau yang dibenci oleh Allah SWT.
Rasul SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah yang orang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”
Dari Jabir ra berkata: “Seseorang melapor kepada Nabi SAW, bahwasanya si fulan mengerjakan shalat (pada malam hari), tetapi bila pada pagi hari ia mencuri.” Nabi SAW menjawab, “Shalatnya tidak lama lagi akan menghentikannya dari dosa yang dilakukannya itu.” (HR. al Bazzar).

7. Muslim selalu sadar dalam pengawasan Allah dan takut kepada Allah
Selalu berlangsung hubungan munajah antara hamba dan Tuhannya dalam ketaatan yang kontinyu, sehingga dia selalu sadar berada dalam pengawasanNya dan selalu takut kepada-Nya.
Bila seorang hamba menghadap Tuhan-nya sehari 5 kali, selalu sadar bahwa Allah mendeteksi semua rahasia dan mengetahui bahwa Allah akan menghitung semua amal, baik yang kecil maupun yang besar. Maka jelas hal itu mengantarkan si hamba untuk melaksanakan hak agama, takut kepada Allah dan berharap meraih pahala. Sehingga bila terjebak dalam dosa, ia cepat-cepat bertaubat.

8. Shalat meningkatkan ketahanan rohani, menimbulkan kedamaian jiwa dan membangkitkan ketenangan jiwa
Menurut Dadang Hawari bahwa dari sudut kesehatan jiwa, “shalat merupakan pemenuhan salah satu kebutuhan dasar spiritual manusia (basic spiritual need) yang penting bagi ketahanan rohaniah dalam menghadapi berbagai stress kehidupan”. Senada dengan pendapat tersebut, Utsman Najati mengemukakan pendapat seorang dokter, yaitu “Sembahyang memang merupakan sarana terpenting yang diketahui hingga kini, yang menimbulkan kedamaian dalam jiwa dan membangkitkan ketenangan dalam syaraf”.
Orang yang sering ibadah shalat akan terhindar dari sifat keluh kesah, gelisah dan bakhil (kikir). Hal ini seperti yang diterangkan dalam QS. Al- Ma’arij 19-23
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,

9. Membina rasa persatuan dan persaudaraan sesama muslimin.
Umat Islam di seluruh dunia menghadap Kiblat yang sama, yaitu Ka’bah. Hal ini akan membawa dampak psikologis yaitu persatuan, kesatuan dan kebersamaan ummat.
149. Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram (Ka’bah), Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Contoh lain, adalah pada shalat berjamaah. Setiap makmum mempunyai kewajiban mengikuti gerakan imam, sedangkan apabila imam melakukan kesalah maka makmum mengingatkan. Sehingga akan timbul diantara jama’ah rasa kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan kepemimpinan.
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ
Hendaknya kalian berjama’ah dan hindarilah perpecahan.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 2546)
اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ الْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Berjamaah adalah rahmat, sedangkan berpecah belah adalah adzab.” (HR. Ahmad dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah, no. 667, dalam Shahih al-Jami’ al-Shaghir no. 3109)

10. Shalat dapat membangun kesadaran keseimbangan (tawazun) antara masalah ukhrowi dan duniawi.
Ibadah shalat yang dimulai dengan “takbiratul ihram” (membaca Allahu Akbar seraya mengangkat kedua tangan) dan diakhiri dengan membaca “salam” (assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh seraya menengokkan pandangan ke kanan dan ke kiri) telah membangun kesadaran orang Islam untuk senantiasa men-tawazun-kan (menyeimbangkan) sikap hidupnya antara masalah ukhrawi dan duniawi, antara ibadah mahdlah, hablumminallah (yang dilambangkan dengan bacaan takbiratul ihram) dengan ibadah ghair mahdlah, hablumminannas (yang dilambangkan dengan bacaan salam). Pemahaman akan makna hubungan antara takbiratul ihram dan salam melahirkan keyakinan bagi orang Islam, bahwa nilai ke-Islaman seseorang tidak hanya terletak dari kerajinan atau ketaatan dalam beribadah mahdlah, tetapi juga diukur dari kiprahnya dalam menjalin silaturahim (persaudaraan), kepedulian untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan.
Hal ini tergambar dari firman-firman Allah yang mengkaitkan shalat dengan zakat, sedekah dan berkorban.
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
10. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. Orang-orang yang berbuat riya, 7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Shalat berintikan doa, bahkan itulah arti harfiahnya. Doa adalah keinginan yang dimohonkan kepada Allah SWT. Jika anda berdoa atau bermohon, maka anda harus merasakan kelemahan dan kebutuhan anda dihadapan siapa yang kepadanya anda bermohon. Hal ini harus dibuktikan dalam ucapan dan sikap. Kalau demikian, wajarkah manusia bermuka dua (riya’) ketika menghadap ALLAH? Yang demikian ini tidak menghayati shalatnya lagi lalai dari tujuannya.
Orang yang melaksanakan shalat adalah mereka yang butuh kepada Allah serta mendambakan bantuannya. Kalau demikian, wajarkah yang butuh menolak membantu sesamanya yang butuh, apalagi jika memiliki kemampuan? Tidakkan ia mengukur dirinya dan kebutuhannya kepada Allah? Tidakkan ia mengetahui bahwa Allah akan membantunya selama ia membantu saudaranya, seperti sabda Nabi SAW? Kalau demikian, yang enggan memberi bantuan kepada sesamanya berarti ia lalai akan makna sahalat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :  مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَة   ِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ  فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
(رواه مسلم)
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk di sisi-Nya. Dan siapa  yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya (Riwayat Muslim).
Baca Selengkapnya...

Anda Pengunjung yang ke

PENGGEMAR FAVORIT

My Home

My Home

My Ma'had

My Ma'had