Setiap
Manusia punya mimpi. Mimpi memiliki rumah mewah, kendaraan bagus, perusahaan
besar, dan sebagainya. Intinya, mimpi hari esok yang lebih baik. Dan semua
orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpi-mimpinya.
Baca Selengkapnya...
Sukses adalah cita-cita hampir
setiap orang. Mimpi mereka pada umumnya, menjadi orang sukses didunia dan
diakhirat. Sukses di dunia yang dimaksud tentunya adalah kehidupan yang
berkecukupan, bahkan kalau bisa kaya. Sukses di akhirat, masuk syurga.
Sebagian orang bekerja dengan baik
dalam kerjanya hingga kesuksesan menghiasi kehidupannya. Sedangkan yang lain
gagal total, meski sekadar untuk mewujudkan sebagian kecil dari cita-citanya.
Tak ada yang salah dengan cita-cita
orang yang ingin menjadi kaya. Yang salah adalah anggapan bahwa kekayaan adalah
suatu kemuliaan sedang kemiskinan adalah suatu kehinaan. Karena sesungguhnya,
kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Allah bagi hamba-hamba-Nya.
Islam mengajarkan umatnya menjadi
kaya agar dengan kekayaannya bisa mengajak kebaikan kepada yang lain. Karena,
dengan kekayaan yang dimiliki, kesempatan seseorang untuk berbuat baik,
misalnya memberi bantuan, sedekah, infaq dan sebagainya. Tentu menjadi lebih
besar peluangnya.
Lewat sebuah karyanya, kaifa takunu
ghaniyyan (bagaimana anda menjadi seorang kaya), Habib Muhammad bin Alwi Alaydrus
(lihat manaqib 22/2011), atau yang lebih dikenal dengan sapaannya “Habib Sa'ad
Alaydrus”. Sosok ulama yang dikenal produktif menulis puluhan atau bahkan
ratusan kitab, mengajarkan kepada kita semua berbagai tips untuk menjadi orang
kaya.
Dalam karyanya ini, Habib Sa'ad
mengurai berbagai hal terkait cara-cara, baik perilaku keseharian,
amalan-amalan, doa-doa, maupun wiridan. Melengkapi pembahasannya, pada bagian
akhir, Habib Sa'ad merangkum berbagai keterangan yang pernah ditulis oleh ulama
tentang sejumnlah hal yang mewarisi kefaqiran.
Sosok
Habib Sa'ad
Habib Sa'ad adalah sosok ulama yang
hidup secara zuhud, namun demikian, ujar KH. Saifudin Amsir dalam pengantar
yang ia berikan pada buku Tips Kaya, “Kezuhudan tidak menafikan kekayaan, dan
ketamakan itu terletak pada kecintaan kepada harta. Habib Sa'ad tidak
kehilangan keseimbangan di hatinya saat ia mengungkapkan itu, karena pembahasan
tentang hal ini adalah sesuatu yang memang harus diajarkan kepada orang awam,
kebanyakan orang, yang bagaimana pun tak akan mampu hidup seperti Habib Sa'ad
sendiri, yang hidup dalam kezuhudan.”
selanjutnya ia menuturkan, “Maka
Allah pun mendatangkan orang-orang cerdas, semacam Habib Sa'ad. Mereka hidup
secara zuhud dan bisa memberi manfaat bagi orang banyak, bahkan diantara mereka
ada yang dapat secara terus menerus memberi makan orang banyak.”
Saat ditemui dikediamannya, KH.
Saifudin Amsir banyak berkisah tentang sosok Habib Sa'ad, yang ia temui saat ia
berkunjung ke Hadhramaut, beberapa bulan yang lalu.
“Di mata saya, Habib Sa'ad adalah
sosok yang telah kenyang memakan asam garam kehidupan. Ia juga seorang ulama
dengan tingkat keikhlasan yang paripurna.
Anggora keluarganya rata-rata
Mutawadhi'in (orang-orang yang tawadhu), hingga salah seorang putranya masih
berkenan meminta jalur sanad dari orang semacam saya.
Padahal, tokoh-tokoh penting
Hadhramaut, baik yang muda maupun tua, menampakkan ketawadhu'an yang mendalam
terhadap Habib Sa'ad. Habib Umar bin Hafidz pun terlihat sangat tawadhu di
hadapan Al-'Allamah Habib Sa'ad.
Apakah rasa ta'zhim itu hanya rasa
ta'zhim fardiyah (penghormatan karena kharisma pribadi) dalam artian terlepas
dari segala bentuk perjuangan mujahadah yang dilakukan Habib Sa'ad?
Saya pikir, Kalau secara fisik,
rumahnya, posturnya, tidak menarik dielu-elukan orang. Dia mungkin hanya
seorang tua, kurus, dan berbicara hanya sambil duduk karena sudah sangat sulit
berjalan .tapi cahaya kharisma yang memancar darinya memang amat besar.
Sampai-sampai waktu dia mau bangun menyambut Al-Buthi, Al-Buthi terlihat sangat
kerepotan untuk mencegahnya.
Sebaliknya, Habib Sa'ad memang
seorang yang amat menghormati orang 'alim. 'La, lazim 'alayya an agum (Tidak,
saya harus berdiri), 'katanya sambil memaksakan diri untuk berdiri menyambut
Al-Buthi.
Pada dirinya saya menangkap kesan
tersendiri berupa keistimewaan sosok yang luar biasa, meski secara fisik itu
tak tampak menggebu-gebu, tapi sangat terbukti dalam tulisan-tulisannya, ia
menulis tentang asrarul huruf, khawashul ayat, bahkan pada beberapa perkara
kontemporer. Ia berani menerjang daerah orang-orang yang angkuh melihat hal-hal
semacam asrarul huruf itu sebagai obyek pembahasan perdukunan.
Secara khuhus ingin saya katakan,
Habib Sa'ad adalah seorang yang punya pengalaman yang sangat panjang. Bertemu
dengan para awliya' dunia dan beliau terus berusaha untuk mengambil berkah
orang-orang yang ditemuinya itu.
Dengan berbagai pengalaman yang
didapat, Habib Sa'ad kemudian berbicara dan menulis atas otoritas nauraniyah,
bukan atas dasar kecemburuan. Beliau sosok yang terbebas dari semacam
kecemburuan, terombang-ambing oleh pandangan kekanan dan ke kiri, masuk dalam
daerah liberal atau terbuka. Sementara kalau kita melihat suasana di sini,
bahkan yang dilevel atas pun, masih banyak yang akhirnya terseret-seret dengan
kemauan liberal, meski dalam bentuk yang halus. Itu tak terjadi pada sirah
(perjalanan hidup) Habib Sa'ad.
Saya amat bergirang hati berbicara
tentang beliau. Pada orang-orang macam ini, segala golongan akan menaruh
hormat, karena tak ada kepentingan tertentu, seperti kepentingan-kepentingan
pribadi dan semacamnya.
Inilah sosok yang perlu diteladani.
Ia menjadi pemuka pada wilayah spiritualis dan seorang yang dipercaya sebagai
marji'ul Qur'an, dimana para imam shalat disana, bacaan Al-Qur'annya ditashih
olehnya. Ini kemampuan yang sangat istimewa.
Mengenai penulisan yang mengumpulkan
berbagai atsar, itu bukan barang aneh. Memang demikian tradisi pada sementara
ulama kita sejak dulu, sebab kemudian akan ada orang lain yang akan mentakhrij
berbagai keteranagn yang dituliskan. Ini terjadi sejak dulu, misalnya yang
paling populer adalah kitab ihya' Ulumiddin, karya Al-Ghazali, yang akhirnya
dituduh secara serampangan oleh segelintir orang bahwa Al-Ghazali tidak
mengerti hadits. Padahal Al-Ghazali diakui dunia sebagai hujjatul Islam, bukan
seorang pembid'ah besar seperti yang dituduhkan sementara orang.”
Anjuran
Agama
untuk mendapatkan uang, seseorang
tentunya mesti bekerja. Dalam hal ini, Allah Swt, lantaran kasih sayangNya,
memang memperkenankan segenap makhlukNya untuk bekerja. Dia tak memaksa mereka
menafikan sesuatu yang merupakan sifat atau karakter mereka. Demikian Habib
Sa'ad menjelaskan diawal pembahasan kitabnya.
Allah SWT berfirman, “Laki-laki yang
tidak dilalaikan perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli, dari mengingat
Allah.” QS An-Nur (24):37, sementara itu Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik
sesuatu yang dimakan seorang mukmin adalah dari usahanya sendiri.”
-HR. Al-Hakim (2:10). Al-Bazzar
(1257), dan selainnya dengan sanad yang bagus.
Jadi, orang yang berupaya mencari
kekayaan sama sekali tak menyalahi kandungan Al-Quran dan Sunnah Rasululah
Mereka yang berupaya mencari rizqi secara jujur, tidak melampaui batas,
bersikap wara' diberbagai bidang usaha dan lapangan pekerjaan, terhitung
sebagai hamba Allah yang patuh kepadaNya dan terpuji dalam pandangan ahli ilmu.
Namun, sebaliknya, orang yang
menyalahi hal-hal tersebut, yang melampaui batas dalam bekerja mencari rizqi
serta menyalahi kewajiban yang dibebankan kepadanya, baik dalam berinteraksi
dengan Allah maupun dengan makhluknya, adalah orang yang bermaksiat kepada
Allah dan tercela di sisi ahli ilmu.
Selanjutnya, agar pekerjaan yang
dijalani tetap memiliki nilai ibadah, seseorang harus pandai memilah-milah
jenis pekerjaan. Ada pekerjaan yang terpuji, tapi ada juga yang tercela. Setiap
aktivitas usaha, baik bekerja ataupun berdagang, menjadi sesuatu yang terpuji
atau tercela karena tujuan dan pengaruh yang disebabkannya.
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang
mencari dunia dengan cara yang halal, berbanyak-banyak (berkelebihan) dan
berbangga-banga (sombong) kelak akan bertemu Allah sementara Dia murka
kepadanya. Dan siapa yang mencari dunia untuk memenuhi masalah kehidupannya dan
untuk menjaga dirinya, ia akan datang di hari kiamat dan wajahnya bak rembulan
di malam purnama.” - musnad 'Abd bin Hamid (1433), Musnad Ishaq bin Rahawaih
(352) dan Al-Hakim At-Tirmidzi (4:27) dari Abu Hurairah RA.
Dalam hal ini Habib Sa'ad
menegaskan. “Islam memotivasi umatnya untuk bekerja, berpenghasilan yang halal,
dan membolehkan praktek berbisnis, dengan catatan segala aktivitas itu
dibenarkan oleh syariat dan mendatangkan manfaat.
Karenanya, Jika hendak pergi bekerja
atau berusaha, niatkan untuk mencari nafkah yang halal, mengikuti sunnah Nabi
SAW. menjaga diri, berusaha demi keluarga, tidak butuh milik orang lain, menciptakan
suasana yang harmonis dengan kerabat dan tetangga, membayar zakar, dan
menunaikan setiap hak yang wajib dipenuhi.
Mengapa demikian? Sebab, ingatlah
buah dari semua aktivitas manusia di dunia adalah pertemuan kelak dengan Allah
SWT. pada saat itu, karena usaha yang dijalaninya, wajah seseorang bisa saja
laksana bulan purnama.
Nabi SAW bersabda, “Siapa yang
mencari rizqi untuk menjaga dirinya dalam memenuhi masalah kehidupannya,
bekerja keras demi keluarganya, dan menaruh iba terhadap tetangganya, ia akan
bertemu Allah sedangkan wajahnya bagai rembulan di malam purnama.” -HR Al
Baihaqi (10374) dan 'Abd bin Hamid dalam Musnadnya (1433)
Kunci-kunci
kekayaan
kunci kekayaan yang pertama kali
disebutkan Habib Sa'ad adalah taqwa dan istiqamah (Konsistensi dalam beramal).
Habib Sa'ad berkata, “Taqwa dan Istiqamah merupakan jalan terdekat dan cara
penting menuju kemudahan bagi seseorang untuk mendapat rizqi serta mempermudah
segala kesukaran.”
Memang benar. Para ulama memang
banyak memberikan jalan keluar bagi umat, termasuk kiat-kiat sukses dalam
usaha. Jalan sudah ditunjukkan. Masalahnya sekarang, apakah seseorang akan
menjalankannya dengan benar dan terus menerus, diatas landasan jalan ketaqwaan.
Ditegaskan dalam Al-Quran, “Siapa
yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rizki dari arah yang tak ia sangka.” - QS Ath-Thalaq (65):2-3.
pada ayat lainnya disebutkan “Dan Bahwasannya jika mereka tetap berjalan lurus
(istiqamah) diatas jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum
kepada mereka air yang segar (rizqi yang banyak).” -QS Al-Jin (72) :16.
arti “takwa” disini adalah
meninggalkan hal-hal yang dilarang dan mengerjakan hal-hal yang diperintahkan.
Dengan demikian, suatu maksiat akan mendatangkan kekufuran dan menghilangkan
nikmat, hingga dikatakan :
Bila engkau diberi sebuah nikmat
jagalah karena maksiat akan menghilangkannya
Karena itu, kunci kekayaan
selanjutnya adalah rasa syukur.
Disebutkan oleh Habib Sa'ad, inti
bersyukur adalah tumbuhnya rasa bahagia di hati atas nikmat dan anugerah Allah
SWT dan tidak mendurhakaiNya, lalu banyak memuji-Nya, dengan lisan dan hati.
Allah SWT berfirman, “Jika engkau bersyukur, pasti Kami akan menambahimu
(nikmat).” -QS Ibrahim (14):7.
Sementara itu Umar bin Abdul Aziz RA
mengatakan, “Ikatlah nikmat dengan bersyukur kepada Allah SWT.” begitu pula Sayyidina Ali KW. Yang
pernah berkata kepada seseorang dari Hamadan, “Sesungguhnya nikmat Allah SWT
terkait dengan syukur, dan syukur terkait dengan anugerah yang bersamaan dalam
satu masa. Maka, tidaklah anugerah dari Allah SWT terputus samapi sebuah syukur
terputus dari seorang hamba.”
Al-Quran
diantara kunci-kunci kekayaan
lainnya adalah Al-Quran, yaitu dengan banyak membacanya.
Disebutkan dalam sebuah hadits
riwayat Abu Hurairah RA, “Al-Quran adalah kekayaan yang tidak ada kefaqiran
setelahnya dan tidak ada kekayaan tanpanya.” (HR Abu Ya'la dan Ath Thabarani).
Dalam sebuah hadits lainnya, dari
Anas RA, disebutkan, “Rumah yang didalamnya Al-Quran dibacakan, akan banyak
memperoleh kebaikan, sedang rumah yang didalamnya Al-Quran tidak dibaca, akan
sedikit mendapat kebaikan,” -HR Al-Harits dalam Musnadnya (721)
secara khusus, juga disebutkan
beberapa surah yang dapat menjadi langkah penarik rizqi yang mujarab, bagi
mereka yang secara istiqamah membacanya. Diantaranya, dan yang paling dikenal,
surah Al-Waqi'ah.
Diceritakan, ketika Abdullah
bin Mas'ud RA sakit menjelang wafat, ia didatangi Utsman bin Affan RA, yang
bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu bersedih?”
“Dosa-dosaku,” Jawab Ibnu
Mas'ud.
“Apa yang engkau inginkan?
“Kasih sayang Tuhanku.”
“Kau mau aku datangkan tabib?”
“Tabib akan membuatku sakit.”
“Kau mau aku bawakan pemberian
untukmu?”
“Aku tak membutuhkannya.”
“Adakah sesuatu darimu yang
akan kau berikan kepada putri-putrimu setelahmu?”
“Aku khawatir kalau nanti
putri-putriku mengalami kefaqiran. Sesungguhnya aku perintahkan putri-putriku
untuk membaca surah Al-Waqi'ah setiap malam. Karena sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda, 'Siapa yang membaca Al-Waqiah setiap malam, tak kan
tertimpa kefakiran selama-lamanya'.” -HR AL-Baihaqi dalam Asy-Syu'ub (2498) dan
Al-Mundziri dalam At-Targhib wa at-Tarhib (2:294)
Dari Anas RA. Dari Rasulullulah SAW,
beliau bersabda, “Al-Waqi'ah adalah surah kekayaan. Maka bacalah surah itu dan
ajarkan surah itu kepada anak-anak kalian.” -HR Al-Baihaqi dalam Asy Syu'ub
(2498) dan Al-Mundziri dalam At-Targhib wa at-Tarhib (2:294) sejumlah surah lainnya dalam
Al-Quran juga disebutkan oleh Habib Sa'ad terkait dengan keberkahannya yang
dapat menjadi penarik rizqi bai seseorang, seperti surah Thaha, Surat
Al-Ikhlas, Al-Hijr, Al-Adiyat, Al-Qariah, Al-Muzammil, Al-Qadr, Quraisy, Yasin,
berikut tata caranya, seperti dibaca seperti biasam dibacakan pada sesuatu,
atau ditulis pada sebuah media tertentu.
Yang
mewarisi kefaqiran
setelah mengurai khasiat dan
kaifiyat dari surah-surah tertentu dalam Al-Quran, Habib Sa'ad menuturkan bahwa
dzikrullah merupakan pekerjaan yang paling disukai Allah SWT dan ia merupakan
salah satu kunci atau penyebab kekayaan.
Ada beberapa dzikir khusus yang
disebutkan Habib Sa'ad disini. Diantaranya dzikir La ilaha illallah. Dzikir
kalimat tauhid ini merupakan salah satu dzikir yang paling utama dan teragung.
Dengannya iman akan diperbarui serta dapat melebur dosa dan maksiat. Dikatakan,
senantiasa membacanya serta banyak membacanya, menjadi sebab dalam memperluas
rizqi.
Sementara itu sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah RA menyebutkan bahwasannya Nabi SAW bersabda,
“Siapa yang setiap pagi membaca La Ilaha illallah seribu kali, Allah SWT akan
memudahkannya pintu-pintu rizqi.” -HR At-Tirmidzi.
Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam
Abwab al-Farj, usai mengungkap beberapa keistimewaannya, mengatakan “Sebagian
faidah la ilaha illallah adalah membuka 99 Pintu rizqi.”
selanjutnya, setelah panjang lebar
menjelaskan ihwal Al-Quran dan berbagai dzikir pembuka pintu rizqi, Habib Sa'ad
mengurai satu per satu pintu-pintu kekayaan lainnya, yaitu doa, istighfar,
shalawat, shalat, shadaqah, silaturahim, akhlaqul karimah, sifat qanaah,
kebiasaan berangkat pagi dalam mencari rizqi, melayani tamu, bersikap dermawan.
Tak kalah menarik, sebelum masuk bab
penutup, Habib Sa'ad mengumpulkan berbagai keterangan dari berbagai kitab yang
menerangkan perihal tips-tips dan sebab-sebab mendapatkan rizqi yang kemudian
dilanjutkan dengan syiir yang secara khusus menyebutkan berbagai hal yang
menjadi pewaris kefaqiran.
Diantara yang disebutkan perihal
hal-hal yang mewarisi kefaqiran adalah tidur dalam keadaan telanjang, makan
dalam keadaan berhadats, berjalan didepan guru, melipat zorban, kala bosan,
untuk dijadikan alas untuk duduk.
Dalam hal ini, KH. Saifuddin Amsir,
rais syuriyah PBNU, menuturkan dalam kata pengantar buku tips kaya, “Tradisi-tradisi
yang mungkin tidak populer kerap dimunculkan dalam kitab-kitab semacam ini.
Tapi itu tidak mesti sebagai tradisi-tradisi yang dipersalahkan syariat. Pada
kenyataannya, beberapa tradisi itu juga menjadi pakem internal dikalangan
keraton di Jawa. Tidak mengherankannya, sebab guru dari para raja itu dulunya
adalah para wali.
Habib Sa'ad, dalam buku ini, hadir
sebagai seorang yang berkenan mengumpulkan berbagai atsar yang terkait dengan
tema buku ini. Pekerjaan seorang pengumpul memang seperti itu, dan ia tidak
harus bertanggung jawab sebagai penjamin keshashihan setiap nash yang diungkap,
karena akan ada orangnya yang lebih khusus nantinya untuk meneliti hal ini. Ini
sesuatu yang lumrah telah ada sejak dulu.
Pangkal
Kenikmatan
Seorang bijak pernah berkata,
“Kefaqiran adalah fondasi dari setiap cobaan, yang menuntut orang lain untuk
mencelanya. Disamping itu kefaqiran juga berpotensi merusak martabat serta
menghilangkan rasa malu. Apabila kefaqiran telah menimpa seseorang, ia tak kan
bisa terlepas dari rasa malu. Sedangkan orang yang tidak punya rasa malu, akan
hilanglah martabatnya.” demikian yang dituliskan Habib Sa'ad dibagian akhir
bukunya.
Seorang bijak lainnya mengatakan,
“Tiada kebaikan bagi orang yang tidak mengumpulkan hartam yang dapat menjaga
martabat dan wibawanya serta mengikat tali persaudaraannya.”
Sementaa itu sahabat Abdurrahman bin
Auf RA mengatakan, “Betapa indahnya harta itu, yang dengannya aku dapat menjaga
kehormatanku dan beribadah kepada tuhanku.”
sebagai penutup, Habib Sa'ad
mengutip perkataan sebagian ulama yang mengatakan, “Pangkal kenikmatan itu
terdapat dalam tiga hal. Nikmat Islam, yang tidak ada kenikmatan yang sempurna
tanpanya. Nikmat kesehatan, disaat tak ada kenyamanan dalam hidup tanpa
disertainya. Nikmat kekayaan, disaat kehidupan tidak akan sempurna kecuali
bersamanya.”
Wallahu A'lam