Filosofi dan Hikmah Shalat
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Latar
belakang disyariatkannya shalat di satu sisi sebagai pembuktian
ketundukan dan penghambaan diri terhadap Allah dan di sisi lain sebagai
bentuk syukur terhadap nikmat dari Yang Maha Besar. Diantaranya adalah,
ni’mat penciptaan makhluk. Allah telah menjadikan manusia dengan bentuk
yang paling sempurna, hingga tak seorang pun berharap diciptakan dengan
selain bentuk ini. Allah Berfirman, yang artinya:“Sungguh kami telah
ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.”
Begitu
pula nikmat sehat, karena dengan kesehatan anggota badan, seseorang
mampu berbuat banyak kebajikan. Termasuk di dalammya nikmat pemberian
sendi-sendi yang elastis dalam anatomi tubuh yang sempurna sehingga
dapat difungsikan dalam kondisi apapun. Allah kemudian memerintahkan
kita untuk menggunakan nikmat-nikmat itu dalam kepatuhan. Dalam shalat,
kita padukan anggota badan, lisan, hati serta jiwa untuk berlutut dan
memuja Kepada-Nya agar semua anggota dapat mensyukuri nikmat yang ada.
Disamping
itu, shalat akan memberikan manfaat atau hikmah yang akan dirasakan
para ahli shalat baik di dunia dan di akhirat kelak, apabila
melaksanakannya dengan sempurna, memenuhi syarat rukun, khusu’ dan
ikhlas karena Allah SWT.
Arti
shalat menurut bahasa ‘Arab adalah doa. Menurut istilah syara’ ialah
ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi
dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan
kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya
dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan
adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu’,
memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
Kalau
kita perhatikan perintah shalat dalam Al-Quran, ditemukan bahwa perintah
itu selalu dimulai dengan kata ‘aqimu’ (kecuali 2 ayat, atau bahkan
cuma 1 ayat). Kata ‘aqimu’ biasa diterjemahkan dengan ‘mendirikan’,
meskipun sebenarnya terjemahan tersebut tidak tepat. Karena, seperti
kata mufasir Al Qurthuby dalam tafsirnya, ‘aqimu’ bukan terambil dari
kata ‘qama’ yang berarti ‘berdiri’, tetapi kata itu berarti
‘bersinambung dan sempurna’. Sehingga perintah tersebut berarti
‘melaksanakannya dengan baik, khusu’ dan bersinambung sesuai dengan
syarat rukun dan sunnahnya’.
Kalau
demikian, banyak yang shalat, tapi tidak melaksanakannya. Banyak orang
yang shalat dengan sempurna rukun, syarat dan sunnahnya namun tidak
sedikit yang tidak menghayati arti dan tujuan shalatnya.
Itulah
mungkin sebabnya banyak masalah di tubuh umat Islam pada sekarang ini.
Bisa jadi permasalahan awal dan utama adalah karena shalatnya yang belum
sempurna, belum memenuhi syarat rukun, khusu’ dan ikhlas, sehingga
shalat yang dilaksanakan selama ini belum memberikan dampak positif yang
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
59. Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan (al-A’raf).
Ibadah
shalat memiliki kedudukan yang utama dalam keseluruhan ibadah kepada
Allah. Dari beberapa hadits Rasul yang menjelaskan kedudukan shalat
dapat disimpulkan :
- Shalat merupakan “mi’rajul mukminin” (mikrajnya orang-orang beriman)
- Shalat sebagai tiangnya agama, barangsiapa menegakkan shalat berarti telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkan shalat berarti merusak agama
- Shalat sebagai amal ibadah yang membedakan antara umat Islam dan orang kafir (al farqu baina ‘abdi walkufri)
- Shalat merupakan ibadah yang pertama dihisab di yaumil qiyamah.
Apabila
orang Islam telah menegakkan shalat secara sempurna (syarat-rukunnya),
khusyu, dan ikhlas dalam pengamalannya, maka shalat tersebut akan
memberikan dampak yang positif terhadap suasana bathin, kejiwaan, atau
psikologisnya yang tentram. Kondisi ini amat mendukung bagi terbentuknya
kepribadian (personality) yang utuh, sehat, produktif, atau efektif. Kepribadian yang efektif itu mempunyai cirri-ciri :
- Komitmen terhadap nilai-nilai agama
- Konsisten atau istiqomah dalam kebenaran
- Kontrol diri (self-control) dari dorongan hawa nafsu
- Kreatif, banyak idea atau gagasan dalam menebarkan kebenaran atau kebaikan
- Kompeten dalam mengamalkan ajaran agama
Diantara hikmah yang terkandung dalam shalat apabila dilaksanakan secara sempurna memenuhi syarat-rukunnya adalah
1. Disiplin waktu
Orang
yang shalat tepat pada waktunya dapat dilihat dari sikapnya yang efektif
menggunakan waktu. Ia tidak membiarkan nikmat yang mahal harganya ini
berlalu sia-sia.
103. … Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (an-Nisa)
2. Kebersihan
Shalat
tidak sah bila tanpa bersuci. Hikmahnya, orang yang shalatnya khusyu’
akan cinta dengan hidup yang bersih. Akan selalu berpikir bagaimana
lahir batinnya bisa selalu bersih.
3. Niat lurus karena Allah
Seorang
yang khusyu’ shalatnya akan selalu menjaga niat dalam setiap
perbuatannya. Ia tidak mau bertindak sebelum yakin niatnya lurus karena
Allah.
6:162. Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam
7:29. “Luruskanlah muka (diri) mu di setiap salat
dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.
Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah)
kamu akan kembali kepada-Nya)”.
4. Islam cinta keteraturan
Shalat
juga memiliki rukun yang tertib urutannya. Hikmahnya adalah shalat
mengajarkan agar mukmin senantiasa tertib, teratur dan prosedural dalam
hidupnya.
5. Tawadhu’
Ketika
sujud, kepala dan kaki sama derajatnya, bahkan dalam shalat setiap orang
sama derajatnya. Ini bermakna dalam hidup kita harus tawadhu’. Sebab
kemuliaan yang hakiki hanya pantas di miliki Allah SWT.
13. Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
6. Muslim tidak akan pernah berbuat zhalim pada orang lain
Shalat di
tutup dengan salam, yang merupakan sebuah doa agar orang di sekitar
kita di beri keselamatan dan keberkahan dari Allah. Ucapan salam inì
sekaligus garansi bahwa bahwa seorang muslim akan memberikan dan
menyebarkan keselamatan, rahmat dan barokah kepada orang-orang di
sekitarnya, sebab shalat menjadi pencegah perbuatan fahsya dan munkar.
Sesuai dengan fungsinya sebagai pencegah perbuatan fahsya dan munkar sebagaimana dalam QS. Al-Ankabut : 45
45.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dengan
demikian sudah selayaknya orang Islam yang menegakkan shalat mampu
menerapkan nilai-nilai shalat itu dalam rangka mengendalikan diri (self-control) dari perbuatan yang dilarang atau yang dibenci oleh Allah SWT.
Rasul SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah yang orang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”
Dari
Jabir ra berkata: “Seseorang melapor kepada Nabi SAW, bahwasanya si
fulan mengerjakan shalat (pada malam hari), tetapi bila pada pagi hari
ia mencuri.” Nabi SAW menjawab, “Shalatnya tidak lama lagi akan
menghentikannya dari dosa yang dilakukannya itu.” (HR. al Bazzar).
7. Muslim selalu sadar dalam pengawasan Allah dan takut kepada Allah
Selalu
berlangsung hubungan munajah antara hamba dan Tuhannya dalam ketaatan
yang kontinyu, sehingga dia selalu sadar berada dalam pengawasanNya dan
selalu takut kepada-Nya.
Bila
seorang hamba menghadap Tuhan-nya sehari 5 kali, selalu sadar bahwa
Allah mendeteksi semua rahasia dan mengetahui bahwa Allah akan
menghitung semua amal, baik yang kecil maupun yang besar. Maka jelas hal
itu mengantarkan si hamba untuk melaksanakan hak agama, takut kepada
Allah dan berharap meraih pahala. Sehingga bila terjebak dalam dosa, ia
cepat-cepat bertaubat.
8. Shalat meningkatkan ketahanan rohani, menimbulkan kedamaian jiwa dan membangkitkan ketenangan jiwa
Menurut Dadang Hawari bahwa dari sudut kesehatan jiwa, “shalat
merupakan pemenuhan salah satu kebutuhan dasar spiritual manusia (basic
spiritual need) yang penting bagi ketahanan rohaniah dalam menghadapi
berbagai stress kehidupan”. Senada dengan pendapat tersebut, Utsman Najati mengemukakan pendapat seorang dokter, yaitu “Sembahyang
memang merupakan sarana terpenting yang diketahui hingga kini, yang
menimbulkan kedamaian dalam jiwa dan membangkitkan ketenangan dalam
syaraf”.
Orang
yang sering ibadah shalat akan terhindar dari sifat keluh kesah, gelisah
dan bakhil (kikir). Hal ini seperti yang diterangkan dalam QS. Al-
Ma’arij 19-23
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
9. Membina rasa persatuan dan persaudaraan sesama muslimin.
Umat
Islam di seluruh dunia menghadap Kiblat yang sama, yaitu Ka’bah. Hal ini
akan membawa dampak psikologis yaitu persatuan, kesatuan dan
kebersamaan ummat.
149. Dan
dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil haram (Ka’bah), Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu
yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
kamu kerjakan.
Contoh
lain, adalah pada shalat berjamaah. Setiap makmum mempunyai kewajiban
mengikuti gerakan imam, sedangkan apabila imam melakukan kesalah maka
makmum mengingatkan. Sehingga akan timbul diantara jama’ah rasa
kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan kepemimpinan.
59. Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ
“Hendaknya kalian berjama’ah dan hindarilah perpecahan.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 2546)
اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ الْفُرْقَةُ عَذَابٌ
“Berjamaah adalah rahmat, sedangkan berpecah belah adalah adzab.” (HR. Ahmad dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah, no. 667, dalam Shahih al-Jami’ al-Shaghir no. 3109)
10. Shalat dapat membangun kesadaran keseimbangan (tawazun) antara masalah ukhrowi dan duniawi.
Ibadah shalat yang dimulai dengan “takbiratul ihram” (membaca Allahu Akbar seraya mengangkat kedua tangan) dan diakhiri dengan membaca “salam”
(assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh seraya menengokkan
pandangan ke kanan dan ke kiri) telah membangun kesadaran orang Islam
untuk senantiasa men-tawazun-kan (menyeimbangkan) sikap hidupnya antara
masalah ukhrawi dan duniawi, antara ibadah mahdlah, hablumminallah (yang dilambangkan dengan bacaan takbiratul ihram) dengan ibadah ghair mahdlah, hablumminannas (yang
dilambangkan dengan bacaan salam). Pemahaman akan makna hubungan antara
takbiratul ihram dan salam melahirkan keyakinan bagi orang Islam, bahwa
nilai ke-Islaman seseorang tidak hanya terletak dari kerajinan atau
ketaatan dalam beribadah mahdlah, tetapi juga diukur dari kiprahnya
dalam menjalin silaturahim (persaudaraan), kepedulian untuk membantu
orang yang membutuhkan pertolongan.
Hal ini tergambar dari firman-firman Allah yang mengkaitkan shalat dengan zakat, sedekah dan berkorban.
9. Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
10.
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.
43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3.
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
45.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,
4. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, 6. Orang-orang yang berbuat riya, 7. Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.
Shalat
berintikan doa, bahkan itulah arti harfiahnya. Doa adalah keinginan yang
dimohonkan kepada Allah SWT. Jika anda berdoa atau bermohon, maka anda
harus merasakan kelemahan dan kebutuhan anda dihadapan siapa yang
kepadanya anda bermohon. Hal ini harus dibuktikan dalam ucapan dan
sikap. Kalau demikian, wajarkah manusia bermuka dua (riya’) ketika
menghadap ALLAH? Yang demikian ini tidak menghayati shalatnya lagi lalai
dari tujuannya.
Orang
yang melaksanakan shalat adalah mereka yang butuh kepada Allah serta
mendambakan bantuannya. Kalau demikian, wajarkah yang butuh menolak
membantu sesamanya yang butuh, apalagi jika memiliki kemampuan? Tidakkan
ia mengukur dirinya dan kebutuhannya kepada Allah? Tidakkan ia
mengetahui bahwa Allah akan membantunya selama ia membantu saudaranya,
seperti sabda Nabi SAW? Kalau demikian, yang enggan memberi bantuan
kepada sesamanya berarti ia lalai akan makna sahalat.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَة ِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ
الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ
عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ
قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ
وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ
اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ
نَسَبُهُ
(رواه مسلم)
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu
Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda : Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari
berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan
kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang
sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan
akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan
aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya.
Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan
baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah
Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka,
niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada
mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut
mereka kepada makhluk di sisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal
itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya (Riwayat Muslim).