Muhammad dan Ahli Kitab -
Kedudukannya di kalangan orang-orang Nasrani - Keramahannya terhadap mereka -
Mengalirnya perutusan - Kesatuan Arab di bawah Islam - Islamnya Ahli Kitab -
Perutusan terakhir ke Medinah - Persiapan Nabi naik haji - Perjalanan kaum
Muslimin ke Haji - Ihram dan Talbiah - Melepaskan Umrah - Ali kembali dari
Yaman - Khotbah 'Arafat - Catatan kaki.
SEJAK Ali b. Abi Talib membacakan
awal Surah Bara'ah kepada orang-orang yang pergi haji, yang terdiri dari
orang-orang Islam dan musyrik, waktu Abu Bakr memimpin jemaah haji, dan sejak
ia mengumumkan kepada mereka atas perintah Muhammad waktu mereka berkumpul di
Mina, bahwa orang kafir tidak akan masuk surga, dan sesudah tahun ini orang
musyrik tidak boleh lagi naik haji, tidak boleh lagi bertawaf di Ka'bah dengan
telanjang, dan barangsiapa terikat oleh suatu perjanjian dengan Rasulullah
s.a.w. itu tetap berlaku sampai pada waktunya - sejak itu pula orang-orang
musyrik penduduk jazirah Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada
tempat untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka melakukan
itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan RasulNya. Hal ini akan
berlaku buat penduduk daerah selatan jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hadzramaut;
sebab buat daerah Hijaz dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam
dan bernaung di bawah bendera agama baru ini. Di bagian selatan itu sebenarnya
masih terbagi antara penganut paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi
orang-orang pagan ini kemudian menerima juga, seperti yang sudah kita lihat di
atas. Secara berbondong bondong mereka masuk Islam, mereka mengirim utusan ke
Medinah, dan Nabi pun menyambut mereka dengan sangat baik sekali, yang kiranya
membuat mereka lebih gembira lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali
ke daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini membuat mereka lebih cinta
lagi kepada agama baru ini.
Mengenai Ahli Kitab yang terdiri
dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh Ali
dari Surah At-Taubah demikian bunyinya:
"Perangilah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang
telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama
yang benar, yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab, sampai mereka
membayar. jizya dengan patuh dalam keadaan tunduk."1 sampai kepada firman
Tuhan:
"Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan rahib-rahib memakan
harta orang dengan jalan yang batil dan mereka merintangi orang dari jalan
Allah. Dan mereka yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di
jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih. Tatkala
semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu dahi mereka, lambung
mereka dan punggung mereka dibakar. 'Inilah harta bendamu yang kamu timbun
untuk dirimu sendiri. Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun
itu." (Qur'an, 9: 34 - 35)
Menghadapi ayat-ayat Surah At-Taubah
sebagai wahyu penutup dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang
bertanya-tanya dalam hati: apakah perintah Muhanmnmad 'a.s. mengenai Ahli Kitab
itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru ia membawa ajarannya?
Beberapa Orientalis lalu berpendapat bahwa ayat-ayat ini hendak menempatkan
Ahli Kitab dan orang-orang musyrik dalam kedudukan yang hampir sama; dan bahwa
Muhammad, yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh jazirah, setelah
meminta bantuan pihak Yahudi dan Nasrani, dengan menyatakan pada tahun-tahun
pertama risalahnya itu, bahwa ia datang membawa agama Isa, Musa, Ibrahim dan
rasul-rasul Iain yang sudah lebih dulu, telah mengarahkan sasarannya kepada
orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan permusuhan.
Mereka tetap bersikap demikian, sampai akhirnya mereka diusir dari jazirah.
Sementara itu ia hendak mengambil mati orang-orang Nasrani, lalu turun
ayat-ayat yang memperkuat iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan
ini:
"Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka yang
beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik dan pasti akan
kaudapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman
ialah mereka yang berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, diantara mereka
terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan diri."
(Qur'an, 5: 82)
Kedudukannya di kalangan orang-orang
Nasrani
Nah, sekarang ia mengarahkan
tujuannya kepada pihak Nasrani, sama seperti yang dulu ditujukan kepada pihak
Yahudi. Orang-orang Nasrani digolongkan kedalam mereka yang tidak percaya
kepada Tuhan dan kepada Hari Kemudian. Ia melakukan hal itu setelah pihak
Nasrani memberikan perlindungan kepada pengikut-pengikutnya kaum Muslimin
ketika mereka dulu pergi ke Abisinia di bawah naungan rajanya yang adil, dan
setelah pula Muhammad menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani
lainnya dengan menjamin agama mereka dan segala upacara keagamaan yang mereka
lakukan. Lalu golongan Orientalis itu berpendapat bahwa sikap kontradiksi dalam
siasat Muhammad inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak Muslimin
dengan Nasrani itu jadi berlarut-larut, dan bahwa dia pula yang membuat saling
pendekatan antara pengikut-pengikut Yesus dengan pengikut-pengikut Muhammad
jadi tidak begitu mudah, kalau pun tidak akan dikatakan mustahil.
Mengambil argumen ini secara
mendatar adakalanya dapat memikat orang bahwa itu ada juga benarnya, atau pun
dapat memikat orang sampai mempercayainya. Akan tetapi bila orang mau mengikuti
jalur sejarah mau menelitinya sehubungan dengan masalah-masalah dan sebab-sebab
turunnya ayat-ayat itu, samasekali orang tidak perlu sangsi tentang kesatuan
sikap Islam dan sikap Muhammad terhadap agama-agama Kitab sejak dari permulaan
risalah itu sampai akhirnya. Almasih anak Mariam ialah Hamba Allah yang
diberiNya kitab, dijadikanNya ia seorang nabi, dijadikannya ia orang yang
beroleh berkah dimana pun ia berada! diperintahkanNya ia melakukan sembahyang,
mengeluarkan zakat selama ia masih hidup. Itulah yang telah diturunkan oleh
Qu'ran sejak dari permulaan risalah sampai akhirnya. Allah cuma Satu. Allah itu
Abadi dan Mutlak. Tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada suatu apa pun
yang meyerupaiNya. Itulah jiwa dan dasar Islam sejak dari langkah pertama, dan
itu pula jiwa Islam selama dunia ini berkembang.
Orang-orang Nasrani Najran pernah
mendatangi Nabi hendak mengajaknya berdebat tentang Tuhan dan tentang kenabian
Isa terhadap Tuhan jauh sebelum Surah At-Taubah ini turun. Mereka bertanya kepada
Muhammad:
"Ibu Isa itu Mariam; lalu siapa
bapanya?"
Untuk itu datang firman Allah:
"Hal seperti terhadap Adam;
dijadikanNya ia dari tanah lalu dikatakan: 'jadilah,' maka jadilah ia.
Kebenaran itu datangnya hanya dari Tuhan. Jangan kau jadi orang yang sangsi.
Barangsiapa mengajak engkau berdebat tentang Dia setelah engkau mendapat
pengetahuan, katakanlah: 'Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak
kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami sendiri dan diri
kamu; kemudian kita berdoa supaya laknat Tuhan itu ditimpakan kepada yang
berdusta.' Inilah kisah kisah sebenarnya: tiada tuhan selain Allah. Dan Allah
sungguh Maha Kuasa dan Bijaksana. Kalau pun mereka menyimpang juga, Tuhan jua
yang mengetahui mereka yang berbuat bencana. Katakanlah: 'Orang-orang Ahli
Kitab! Marilah kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu;
bahwa tak ada yang akan kita sembah selain Allah, dan bahwa kita takkan
mempersekutukanNya dengan apa pun, dan tidak pula antara kita akan saling mempertuhan
satu sama lain, selain daripada Allah.' Tetapi kalau mereka menyimpang juga,
katakanlah: 'Saksikanlah, bahwa kami ini orang-orang Muslimin."
(Qur'an, 3: 59 - 64)
Percakapan dalam surah ini, Surah
Keluarga 'Imran dengan gaya bahasa yang luarbiasa, ditujukan kepada Ahli Kitab,
menegur mereka mengapa mereka merintangi orang beriman dari jalan Allah dan
mengapa mereka mengingkari ayat-ayat yang datang dari Tuhan, padahal ayat-ayat
itu juga yang dibawa oleh Isa, oleh Musa, oleh Ibrahim, sebelum kata-kata itu
diubah-ubah dan sebelum diartikan menurut kehendak nafsu sendiri disesuaikan
dengan kehidupan duniawi dengan kesenangan yang penuh tipu daya. Banyak lagi
surah-surah lain, yang dalam kata-katanya ditujukan seperti yang terdapat dalam
surah Keluarga 'Imran itu. Dalam Surah al-Ma'idah (5) Tuhan berfirman:
"Sebenarnya mereka telah melakukan penyhinaan (terhadap Tuhan), mereka
yang mengatakan, bahwa Allah satu dari tiga dalam trinitas. Tak ada tuhan
kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila tidak mau juga mereka berhenti (menghina
Tuhan), pasti mereka yang telah merendahkan (Tuhan) itu akan dijatuhi siksaan
yang amat pedih. Tidakkah mereka mau bertaubat kepada Tuhan dan meminta ampun.
Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Sebenarnya Almasih putera Mariam itu hanya seorang
rasul, dan ibunya adalah wanita yang tulus dan jujur, keduanya memakan makanan.
Perhatikanlah, betapa Kami menjelaskan ayat-ayat itu kepada mereka, lalu
perhatikanlah, bagaimana mereka sampai dipalingkan?" (Qur'an,5:73 -
75)
Kemudian dalam Surah al-Ma'idah itu
juga Tuhan berfirman:
"Dan ingat ketika Allah berkata: 'Hai Isa anak Mariam! engkaukah yang
mengatakan kepada orang: Allah mengangkatku dan ibuku sebagai dua tuhan selain
Allah?' Ia menjawab: 'Maha Suci Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan
menjadi hakku. Kalau pun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya.
Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak mengetahui apa yang
ada didalam DiriMu." (Qur'an, 5: 116)
sampai pada ayat-ayat selanjutnya
seperti sudah kita nukilkan dalam pengantar buku ini. Salah satu ayat dalam
Surah al-Ma'idah inilah yang oleh penulis-penulis sejarah Kristen dipersoalkan
dan dijadikannya alasan tentang perkembangan sikap Muhammad terhadap mereka
sesuai dengan perkembangan politiknya, yaitu ketika Tuhan berfirman:
"Pasti akan kau dapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik; dan pasti akan
kaudapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman
ialah mereka yang berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, diantara
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak
menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)
Sebaliknya, ayat-ayat yang terdapat
dalam Surah Bara'ah (9) yang juga bicara tentang Ahli Kitab sekali-kali tidak
membicarakan kepercayaan mereka mengenai Almasih anak Mariam itu. Ayat-ayat itu
bicara tentang kelakukan mereka mempersekutukan Tuhan, makan harta orang secara
tidak sah serta menimbun emas dan perak. Sedang menurut Islam Ahli Kitab itu
sudah keluar dari rel agama Isa, mereka menghalalkan apa yang dilarang oleh
Tuhan dan melakukan perbuatan orang yang tidak beriman kepada Tuhan dan Hari
Kemudian. Tetapi sungguh pun demikian - lepas dari semua itu - keimanan mereka
kepada Tuhan sudah menjadi jembatan buat mereka untuk tidak dipersamakan dengan
orang-orang pagan. Buat mereka yang masih gigih mau menjadikan Tuhan satu dari
tiga dalam trinitas dan mau menghalalkan apa yang dilarang Tuhan, cukup dengan
membayar jizya dengan taat dan patuh.
Keramahannya terhadap
mereka
Seruan yang telah disampaikan oleh
Ali tatkala Abu Bakr memimpin jamaah haji itu merupakan puncak dari masuknya
penduduk jazirah bagian selatan kedalam Islam secara berbondong-bondong.
Utusan-utusan itu secara berturut-turut telah datang ke Medinah seperti sudah
kita sebutkan - diantaranya perutusan dari orang-orang musyrik dan dari Ahli
Kitab. Nabi memberi hormat secukupnya kepada setiap utusan yang datang dan para
amir itu dikembalikan ke daerah kekuasaan mereka dengan cara terhormat sekali.
Hal ini sudah kita sebutkan dalam bagian yang lalu. Asy'ath b. Qais dengan
memimpin 80 orang dari Kinda dengan berkendaraan, mereka datang kepada Nabi
dalam mesjid, dengan berhias rambut, bercelak mata, mengenakan jubah yang
indah-indah dan berselempang sutera. Begitu melihat mereka, Nabi berkata:
"Bukankah kamu sudah menjadi
Islam?"
"Ya," jawab mereka.
"Buat apa kamu mengenakan
sutera ini di leher?" kata Nabi lagi.
Mereka lalu melepaskan sutera itu.
"Rasulullah," kata Asy'ath
kemudian, "kami dari Keluarga Akil'l-Murar2 dan tuan juga dari keturunan
Akil'l-Murar."
Mendengar itu Nabi tersenyum. Ia
teringat pada 'Abbas bin 'Abd'l-Muttalib dan Rabi'a bin'l-Harith
Bersama dengan Asy'ath itu juga
datang Wa'il b. Hujr al-Kindi, seorang amir dari daerah pantai di Hadzramaut.
Ia kemudian masuk Islam. Nabi mengakui daerah kekuasaannya itu dan dimintanya
ia memungut 'usyr dari penduduk untuk diserahkan kepada pemungut-pemungut pajak
yang sudah ditunjuk oleh Rasul. Dalam hal ini Nabi menugaskan Mu'awiya b. Abi
Sufyan menemani Wa'il ke negerinya. Tetapi Wa'il tidak mau sekendaraan dengan
dia dan tidak pula mau memberikan kepadanya alas kaki. Sekedar dapat menahan
panasnya musim, cukup dengan membiarkan dia berjalan di bawah naungan untanya.
Meskipun ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan persamaan antara
sesama kaum Muslimin dan semua orang Islam bersaudara, namun Mu'awiya
menerimanya juga demi menjaga Islamnya Wa'il dan golongannya.
Mengalirnya
perutusan
Setelah Islam tersiar di kawasan
Yaman, Nabi mengutus Mu'adh (b. Jabal) ke daerah itu untuk memberikan pelajaran
kepada penduduk serta untuk memperdalam hukum Islam, dengan pesan:
"Permudahlah dan jangan dipersulit. Gembirakan dan jangan ditakut-takuti.
Engkau akan bertemu dengan golongan Ahli Kitab yang akan bertanya kepadamu:
'Apa kunci surga?' Maka jawablah: 'Suatu kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain
Allah Yang tiada bersekutu."
Mu'adh pun berangkat, disertai
beberapa orang dari kalangan Muslimin yang mula-mula dan yang bertugas mengurus
'usyr, serta memberikan pelajaran dan menjalankan hukum sesuai dengan perintah
Tuhan dan Rasul.
Dengan tersebarnya Islam di seluruh
kawasan jazirah itu - dari timur sampai ke barat, dari utara sampai ke selatan
- maka seluruh lingkungan itu telah menjadi satu di bawah satu panji, yaitu
panji Muhammad Rasulullah s.a.w. dan berada dalam satu agama yaitu Islam,
jantung mereka pun hanya satu pula arahnya, yaitu menyembah Allah Yang Tunggal
tiada bersekutu.
Kesatuan Arab di bawah
Islam
Sebelum duapuluh tahun yang lalu,
kabilah-kabilah itu saling bermusuhan, satu sama lain serang menyerang dalam
peperangan, setiap ada kesempatan. Tetapi dengan penggabungan mereka dibawah
panji Islam ini; mereka telah menjadi bersih dari segala noda paganisma, mereka
hidup tenteram dibawah undang-undang Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian
permusuhan di kalangan penduduk itu sudah tak ada lagi. Perang dan permusuhan
sudah tidak punya tempat. Sudah tak ada lagi orang yang akan menghunus pedang,
kecuali jika hendak mempertahankan tanah air, membela agama Allah dari serangan
pihak lain.
Islamnya Ahli
Kitab
Akan tetapi masih ada sekelompok
orang-orang Nasrani Najran yang masih berpegang pada agama mereka, yang berbeda
dengan sebagian besar masyarakat mereka sendiri, yaitu Banu Harith yang sudah
lebih dahulu masuk Islam. Kepada mereka ini Nabi mengutus Khalid bin'l-Walid
mengajak mereka menganut Islam supaya terhindar dari serbuannya. Tetapi begitu
diserukan mereka sudah mau masuk Islam. Khalid kemudian mengirim utusan dari
kalangan mereka sendiri ke Medinah supaya menemui Nabi, yang kemudian
disambutnya dengan ramah dan akrab sekali. Disamping itu ada lagi sekelompok
masyarakat Yaman yang masih merasa enggan sekali tunduk di bawah panji Islam,
sebab Islam lahir di Hijaz, sedang biasanya Yaman yang menyerbu Hijaz.
Sebaliknya, sebelum itu Hijaz tidak yernah menyerang Yaman.
Perutusan terakhir ke
Medinah
Kepada mereka ini Nabi mengutus Ali
b. Abi Talib dengan tugas mengajak mereka ke dalam Islam. Juga pada mulanya
mereka sangat congkak sekali. Menyambut ajakan Ali dengan menyerangnya. Akan
tetapi Ali - dengan usianya yang masih begitu muda dan hanya membawa tiga ratus
orang - sudah dapat membuat mereka cerai-berai. Pihak penyerang yang sudah
dipukul mundur itu kembali menyusun lagi barisannya. Akan tetapi Ali segera
mengepung mereka sehingga timbul panik dalam barisan mereka itu. Tak ada jalan
lain mereka harus menyerah. Dengan demikian kemudian mereka masuk Islam dan menjadi
orang Islam yang baik. Semua pelajaran yang diberikan oleh Mu'adh dan
sahabat-sahabatnya mereka dengarkan baik-baik. Utusan mereka ini merupakan
utusan terakhir yang diterima Nabi di Medinah sebelum Nabi berpulang ke
rahmatullah.
Persiapan Nabi naik haji
Sementara Ali sedang bersiap-siap
kembali ke Mekah, Nabi pun sedang dalam persiapan pula hendak menunaikan ibadah
haji, dan dimintanya orang juga bersiap-siap. Bulan berganti bulan dan bulan
Zulkaedah pun sudah pula hampir lalu. Nabi belum lagi melakukan ibadah haji
akbar meskipun sebelum itu sudah dua kali mengadakan 'umrah dengan melakukan
ibadah haji ashghar.3
Dalam ibadah haji ada suatu manasik
(upacara) yang dalam hal ini Nabi 'a.s. adalah contoh bagi umat Islam. Begitu
orang mengetahui benar Nabi telah menetapkan akan pergi haji dan mengajak
mereka ikut serta, tersiarlah ajakan itu ke segenap penjuru semenanjung.
Beribu-ribu orang datang ke Medinah dari segenap penjuru: dari kota-kota dan
dari pedalaman, dari gunung-gunung dan dari sahara, dari semua pelosok tanah
Arab yang membentang luas, yang sekarang sudah bersinar dengan cahaya Tuhan dan
cahaya Nabi yang mulia itu. Di sekitar kota Medinah sudah pula dipasang
kemah-kemah untuk seratus ribu orang atau lebih, yang datang memenuhi seruan
Nabi, Rasulullah s.a.w. Mereka datang sebagai saudara untuk saling
kenal-mengenal, mereka dipertalikan semua oleh rasa kasih-sayang, oleh
keikhlasan hati dan oleh ukhuah islamiah, yang dalam tahun-tahun sebelum itu
mereka saling bermusuhan. Manusia yang berjumlah ribuan itu kini sedang
melihat-lihat kota, masing-masing dengan bibir tersenyum, dengan wajah yang
cerah dan berseri-seri. Berkumpulnya mereka itu menggambarkan adanya suatu
kebenaran yang telah mendapat kemenangan, Nur Ilahi telah tersebar luas, yang
membuat mereka semua teguh bersatu seperti sebuah bangunan yang kukuh.
Perjalanan kaum Muslimin ke
Haji
Pada 25 Zulkaedah tahun kesepuluh
Hijrah Nabi berangkat dengan membawa semua isterinya, masing-masing dalam
hodahnya. Ia berangkat dengan diikuti jumlah manusia yang begitu melimpah -
penulis-penulis sejarah ada yang menyebutkan 90.000 orang dan ada pula yang
menyebutkan 114.000 orang. Mereka berangkat dibawa oleh iman, jantung mereka
penuh kegembiraan, penuh keikhlasan, menuju ke Baitullah yang suci. Mereka
hendak menunaikan kewajiban ibadah haji besar.
Ihram dan
Talbiah
Bilamana mereka sampai di
Dhu'l-Hulaifa, mereka berhenti dan tinggal selama satu malam di sana. Keesokan
harinya, bila Nabi sudah mengenakan pakaian ihram kaum Muslimin yang lain juga
memakai pakaian ihram. Mereka semua masing-masing mengenakan kain selubung
bagian bawah dan atas. Mereka berjalan semua dengan pakaian yang sama, yaitu
pakaian yang sangat sederhana. Dengan demikian mereka telah melaksanakan suatu
persamaan dalam arti yang sangat jelas.
Dengan seluruh kalbu Muhammad telah
menghadapkan diri kepada Tuhan dengan mengucapkan talbiah yang diikuti pula
oleh kaum Muslimin dari belakang: "Labbaika Allahumma labbaika, labbaika
la syarika laka labbaika. Alhamdu lillah wan-ni'matu wa'sy-syukru laka
labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika." ("Kupenuhi panggilanMu,
ya Allah, kupenuhi panggilanMu. Kupenuhi panggilanMu. Tiada bersekutu Engkau.
Kupenuhi panggilanMu. Puji, nikmat dan syukur kepunyaanMu. Kupenuhi panggilanMu,
kupenuhi panggilanMu, tiada bersekutu Engkau. Kupenuhi panggilanMu.")
Lembah-lembah dan padang sahara
bersahut-sahutan menyambut seruan ini, semua turut berseru dengan penuh iman.
Ribuan, ya puluhan ribu kafilah itu menyusuri jalan antara Madinat'r-Rasul
dengan Kota Mesjid Suci. Ia berhenti pada setiap mesjid, menunaikan kewajiban
sambil menyerukan talbiah, sebagai tanda taat dan syukur atas nikmat Allah.
Dengan penuh kesabaran ia menantikan saat ibadah haji akbar itu tiba. Dengan
hati rindu, dengan jantung berdetak penuh cinta akan Baitullah. Padang-padang
pasir seluruh jazirah, gunung-gunung, lembah-lembah dan padang tanaman yang
segar menghijau, terkejut mendengarnya, dengan kumandangnya yang
bersahut-sahutan; suatu hal yang belum pernah dikenal, sebelum Nabi yang ummi
ini, Rasul dan Hamba Allah ini datang memberkahinya.
Melepaskan
Umrah
Tatkala rombongan itu sampai di
Sarif - suatu tempat antara jalan Mekah dengan Medinah - Muhammad berkata
kepada sahabat-sahabatnya:
"Barangsiapa diantara kamu
tidak membawa binatang kurban dan ingin menjadikan (ihram) ini sebagai umrah,
lakukanlah; tetapi yang membawa binatang kurban jangan."
Bilamana jamaah haji sudah sampai di
Mekah pada hari keempat Zulhijjah, Nabi cepat-cepat menuju Ka'bah diikuti oleh
kaum Muslimin yang lain. Kemudian ia menyentuh hajar aswad dan menciumnya, lalu
bertawaf di Ka'bah sebanyak tujuh kali dan pada tiga kali yang pertama ia
berlari-lari seperti yang dilakukan pada waktu 'umrat'l-qadza'. Setelah
melakukan salat di Maqam Ibrahim ia kembali dan sekali lagi mencium hajar
aswad. Kemudian ia keluar dari mesjid itu menuju ke sebuah bukit di Shafa, lalu
melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa. Selanjutnya Muhammad berseru supaya
barangsiapa tidak membawa ternak kurban untuk disembelih, jangan terus
mengenakan pakaian ihram. Ada beberapa orang yang masih ragu-ragu. Atas sikap
yang masih ragu-ragu ini Nabi marah sekali seraya katanya
"Apa yang kuperintahkan,
lakukanlah."
Dalam keadaan masih gusar itu Nabi
memasuki kubahnya, sehingga Aisyah bertanya:
"Kenapa jadi marah?"
"Bagaimana takkan marah, aku
memerintahkan sesuatu tidak dijalankan."
Ketika ada salah seorang sahabat
menemuinya ia masih dalam keadaan marah.
"Rasulullah," katanya,
"orang yang membuat tuan jadi marah akan masuk neraka."
Ketika itu Rasul menjawab:
"Tidak kau ketahui, bahwa aku memerintahkan sesuatu kepada mereka tapi
mereka masih ragu-ragu? Jika aku menghadapi tugasku, aku takkan pernah mundur!
Aku tidak membawa ternak kurban itu kemari sebelum aku membelinya. Sesudah itu
aku melepaskan ihram seperti mereka juga," demikian Muslim melaporkan.
Setelah kaum Muslimin mengetahui,
bahwa Rasulullah sampai marah, ribuan mereka segera melepaskan pakaian ihramnya
dengan perasaan menyesal sekali. Juga isteri-isteri Nabi, Fatimah puterinya
seperti yang lain juga melepaskan pakaian ihramnya. Yang masih mengenakan ihram
hanya mereka yang membawa ternak kurban.
Ali kembali dari
Yaman
Sementara kaum Muslimin sedang
menunaikan ibadah haji, Ali pun kembali dari ekspedisinya ke Yaman. Ia sudah
mengenakan pula pakaian ihram sebagai persiapan pergi haji setelah diketahuinya
bahwa Rasulullah memimpin jamaah berhaji. Ketika ia menemui Fatimah dan
dilihatnya sudah melepaskan kain ihram, hal itu ditanyakannya. Fatimah menerangkan
bahwa Nabi menmerintahkan mereka supaya melepaskan ihram itu waktu umrah. Ia
pun segera pergi menemui Nabi, hendak melaporkan hasil perjalanannya ke Yaman.
Selesai laporan itu Nabi berkata:
"Pergilah bertawaf di Ka'bah
kemudian lepaskan ihrammu seperti teman-temanmu yang lain."
"Rasulullah"' kata Ali,
"saya sudah mengucapkah ihlal seperti yang tuan ucapkan."4
"Kembalilah dan lepaskan
ihrammu seperti dilakukan teman-temanmu yang lain," kata Nabi lagi.
"Rasulullah," demikian Ali
berkata, "ketika saya mengenakan ihram, saya sudah berkata begini:
Allahumma Ya Allah, saya berihlal seperti yang dilakukan oleh NabiMu, HambaMu
dan RasulMu Muhammad."
Nabi bertanya, kalau-kalau dia sudah
mempunyai binatang kurban. Setelah oleh Ali dijawab tidak, Muhammad membagikan
binatang kurban yang dibawanya itu kepada Ali. Dengan demikian Ali tetap
mengenakan ihram dan melakukan manasik haji akbar sampai selesai.
Khotbah
'Arafat
Pada hari kedelapan Zulhijjah, yaitu
Hari Tarwia, Muhammad pergi ke Mina. Selama sehari itu sambil melakukan
kewajiban salat ia tinggal dalam kemahnya itu. Begitu juga malamnya, sampai
pada waktu fajar menyingsing pada hari haji. Selesai salat subuh, dengan
menunggang untanya al-Qashwa' tatkala matahari mulai tersembul ia menuju arah
ke gunung 'Arafat. Arus-manusia dari belakang mengikutinya. Bilamana ia sudah
mendaki gunung itu dengan dikelilingi oleh ribuan kaum Muslimin yang mengikuti
perjalanannya - ada yang mengucapkan talbiah, ada yang bertakbir, sambil ia
mendengarkan mereka itu, dan membiarkan mereka masing-masing.
Di Namira, sebuah desa sebelah timur
'Arafat, telah pula dipasang sebuah kemah buat Nabi, atas permintaannya. Bila
matahari sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan ia berangkat lagi
sampai di perut wadi di bilangan 'Urana. Di tempat itulah manusia dipanggilnya,
sambil ia masih di atas unta, dengan suara lantang; tapi sungguhpun begitu
masih diulang oleh Rabi'a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan syukur dan
puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap anak kalimat ia berkata,
"Wahai manusia sekalian!5 perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu,
kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan
bertemu dengan kamu sekalian.
"Saudara-saudara!5 Bahwasanya
darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari
ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap
Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai
pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!
"Barangsiapa telah diserahi
amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya. "Bahwa
semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu.
Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu
teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba dan bahwa
riba 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib semua sudah tidak berlaku.
"Bahwa semua tuntutan darah
selama masa jahiliah tidak berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang
kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi'a bin'l Harith b. 'Abd'l-Muttalib!
"Kemudian daripada itu
saudara-saudara.5 Hari ini nafsu setan yang minta disembah di negeri ini sudah
putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau pun dalam hal
yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu,
niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.
"Saudara-saudara.5
Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran.
Dengan itu orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu tahun mereka langgar dan
pada tahun lain mereka sucikan, untuk disesuaikan dengan jumlah yang sudah
disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah
dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.
"Zaman itu berputar sejak Allah
menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada
duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci, tiga bulan
berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir dan Sya'ban.
"Kemudian daripada itu,
saudara-saudara.5 Sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, juga
isterimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka ialah untuk tidak
mengijinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke atas lantaimu, dan
jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai mereka
melakukan semua itu Tuhan mengijinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka
dan boleh memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai mengganggu.
Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi
nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap
isteri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak memiliki
sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Tuhan, dan
kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.
"Perhatikanlah kata-kataku ini,
saudara-saudara5 Aku sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas
kutinggalkan ditangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat
selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
"Wahai Manusia sekalian!5
Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap
Muslim adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslimin semua
bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) dari
saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu
menganiaya diri sendiri.
"Ya Allah! Sudahkah
kusampaikan?"
Sementara Nabi mengucapkan itu
Rabi'a mengulanginya kalimat demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak
itu menjaganya dengan penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia supaya menanyai
mereka misalnya: Rasulullah bertanya "hari apakah ini? Mereka menjawab:
Hari Haji Akbar! Nabi bertanya lagi: "Katakan kepada mereka, bahwa darah
dan harta kamu oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang
masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."
Setelah sampai pada penutup
kata-katanya itu ia berkata lagi:
"Ya Allah! Sudahkah
kusampaikan?!"
Maka serentak dari segenap penjuru
orang menjawab: "Ya!"
Lalu katanya: "Ya Allah,
saksikanlah ini!"
"Hari ini Kusempurnakan
agamamu."
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia
turun dari al-Qashwa' - untanya itu. Ia masih di tempat itu juga sampai pada
waktu sembahyang lohor dan asar. Kemudian menaiki kembali untanya menuju
Shakharat. Pada waktu itulah Nahi a.s. membacakan firman Tuhan ini kepada
mereka: "Hari inilah Kusempurnakan
agamamu ini untuk kamu sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan
yang Kusukai Islam inilah menjadi agama kamu." (Qur'an, 5: 3)
Abu Bakr ketika mendengarkan ayat
itu ia menangis, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat
pula saatnya Nabi hendak menghadap Tuhan.
Setelah meninggalkan Arafat malam
itu Nabi bermalam di Muzdalifa. Pagi-pagi ia bangun dan turun ke
Masy'ar'l-Haram. Kemudian ia pergi ke Mina dan dalam perjalanan itu ia
melemparkan batu-batu kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia menyembelih 63
ekor unta, setiap seekor unta untuk satu tahun umurnya, dan yang selebihnya dari
jumlah seratus ekor unta kurban yang dibawa Nabi sewaktu keluar dari Medinah -
disembelih oleh Ali. Kemudian Nabi mencukur rambut dan menyelesaikan ibadah
hajinya.
Dengan selesainya ibadah haji ini,
ada orang yang menamakannya 'Ibadah haji perpisahan' yang lain menyebutkan
'ibadah haji penyampaian' ada lagi yang mengatakan 'ibadah haji Islam.'6
Nama-nama itu memang benar semua. Disebut 'ibadah haji perpisahan' karena ini
yang penghabisan kali Muhammad melihat Mekah dan Ka'bah. Dengan 'ibadah haji Islam,'
karena Tuhan telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan mencukupkan
pula nikmatNya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti Nabi telah menyampaikan
kepada umat manusia apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadanya. Tiada lain
Muhammad hanya memberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada orang-orang
beriman.
Catatan
kaki
1 Qur'an, 9: 29.
2 Akil'l-Murar nama suatu kabilah
dan sebutan ini menandakan keturunan amir-amir yang sangat dibanggakan (A).
3 Lihat catatan bawah halaman 580 (A).
4 Aslinya 'Innani ahlaltu kama
ahlalta,' harfiah, Aku sudah ber-ihlal seperti tuan ber-ihlal: Dalam
terminologi agama 'Ihlal, meninggikan suara dengan talbiah' (N). 'Ahalla, ihlal
berarti meninggikan suara dengan talbiah di waktu haji atau umrah secara
berulangulang' (LA) yang biasa dilakukan di miqat atau muhall, yaitu tempat
yang telah ditentukan untuk memulai niat haji (A).
5 Aslinya Ayyuhan-nas, harfiah:
"Wahai manusia!" (A).
6 Yakni 'Hijjat'l-Wada',
'hijjat'l-balagh' dan 'hijjat'l-Islam , (A).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar