Ketentuan Zakat dan Kharaj - Berita
Rumawi - Seruan Muhammad menghadapi Rumawi - Mereka yang
tinggal di belakang dan orang-orang Munafik - Muhammad bersikap
tegas - Tentara Rumawi - Perjanjian dengan Yohanna dan para amir perbatasan -
Jalan ke Syam yang panas membakar - Ibrahim sakit - Muhammad meratapi kematian
Ibrahim - Catatan kaki.
Ketentuan Zakat dan
Kharaj
PERISTIWA rumah-tangga serta
ketegangan dan kegelisahan yang timbul antara Nabi dengan isteri-isterinya
tidak sampai mengubah segala sesuatu mengenai masalah-masalah umum. Setelah
Mekah dibebaskan dan penduduk kota itu menerima Islam, sekarang masalah-masalah
umum itu sudah terasa makin penting sekali. Seluruh masyarakat Arab sudah mulai
merasakan betapa pentingnya hal itu. Rumah Suci itu sudah merupakan tempat suci
buat orang Arab, tempat mereka berziarah sejak berabad-abad lamanya. Rumah Suci
ini dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu - penjagaan, penyediaan
makanan dan air serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah haji dari
pelbagai macam upacara - sekarang berada di tangan Muhammad dan di bawah
undang-undang agama baru ini. Sudah tentu sekali dengan dibebaskannya Mekah
masalah-masalah umum di kalangan Muslimin akan jadi bertambah, dan kaum
Muslimin pun akan bertambah pula merasakan akan adanya pengaruh mereka di
segala pelosok jazirah. Dengan bertambahnya masalah-masalah umum ini dengan sendirinya
akan bertambah pula pengeluaran-pengeluaran masyarakat umum itu.
Oleh karena itu kaum Muslimin harus
mengeluarkan zakat 'usyr1 dan orang-orang Arab yang masih bertahan dengan
jahiliahnya diharuskan pula membayar kharaj (pajak tanah). Hal ini menimbulkan
kegelisahan di kalangan mereka; kadang mereka menggerutu, bahkan lebih dari
hanya sekadar menggerutu. Akan tetapi, peraturan baru yang berhubungan dengan
agama baru ini, soal pemungutan 'usyr dan kharaj di seluruh jazirah belum
merupakan suatu jalan ke luar. Untuk maksud itu Muhammad kemudian mengutus
sahabat-sahabatnya - tak lama setelah ia kembali dari Mekah - untuk memungut
'usyr dari penghasilan para kabilah yang sudah beragama Islam tanpa
mengusik-usik modal pokok. Mereka semua itu berangkat menuju tujuannya
masing-masing, dan para kabilah itu pun menyambut mereka dengan ramah sekali
dan zakat 'usyr itu pun dibayarnya dengan segala senang hati. Tak ada pihak
yang mau mengelak dari itu selain daripada anak-suku dari Banu Tamim dan
Banu'l-Mushtaliq. Sementara zakat 'usyr itu dikenakan kepada kabilah-kabilah
dekat kabilah Banu Tamim yang mereka laksanakan berupa ternak dan harta,
tiba-tiba Banu'l-'Anbar [anak suku Banu Tamim], sebelum mereka itu dimintai
zakat, mereka sudah siap membawa tombak dan pedang mengusir petugas itu dari
daerahnya.
Setelah berita ini disampaikan
kepada Muhammad, ia segera menugaskan 'Uyaina b. Hishn memimpin lima puluh
orang anggota pasukan berkuda. Mereka diserbu dengan tiada setahu mereka dan
mereka pun lari tunggang-langgang. Lebih dari limapuluh orang terdiri dari
laki-laki, wanita dan anak-anak menjadi tawanan, dan mereka ini dibawa pulang
ke Medinah. Tawanan itu oleh Nabi dipenjarakan. Di kalangan Banu Tamim ini
sudah ada sejumlah kaum Muslimin yang pernah ikut berperang di samping Nabi
dalam membebaskan Mekah dan di Hunain. Yang sebagian lagi masih tetap dalam
jahiliah.
Setelah mengetahui apa yang terjadi
terhadap kawan-kawan mereka dari Banu'l-'Anbar itu, mereka mengirimkan utusan
ke Medinah, terdiri dari pemuka-pemuka mereka sendiri. Bila mereka sudah sampai
di mesjid, mereka memanggil-manggil Nabi dari luar kamar: Muhammad, keluarlah
ke mari. Panggilan mereka ini sangat mengganggu Nabi. Sebenarnya ia tidak akan
keluar menemui mereka, kalau tidak karena terdengar suara azan sembahyang
lohor. Begitu mereka melihat Nabi, segera mereka melaporkan apa yang telah
dilakukan 'Uyaina terhadap golongan mereka itu. Juga mereka melaporkan tentang
beberapa orang yang sudah masuk Islam dan pernah berjuang di sampingnya,
selanjutnya dikatakan betapa kedudukan mereka itu di tengah-tengah masyarakat
Arab.
"Kami kemari hendak
berlumba," kata mereka lagi. "Berilah ijin kepada penyair dan orator
kami."
Kemudian juru pidato mereka, 'Utarid
b. Hajib berpidato. Setelah selesai, Rasulullah memanggil Thabit b. Qais untuk
membalasnya. Seterusnya penyair mereka, Az-Zabriqan b. Badr membacakan
sajak-sajak yang kemudian dibalas oleh Hassan b. Thabit. Setelah selesai
perlombaan itu, 'Afra' b. Habis berkata: Orang ini memang tepat sekali. Oratornya
lebih ulung dari orator kita, penyairnya juga lebih pandai dari penyair kita
dan suara mereka lebih nyaring dari suara kita. Dan rombongan itu pun menerima
Islam. Tawanan-tawanan itu oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka.
Ada pun Banu Mushtaliq, begitu
mereka melihat pemungut zakat dan pajak, mereka lari ketakutan. Kemudian mereka
mengutus orang kepada Nabi melaporkan, bahwa adanya kekuatiran yang tidak pada
tempatnya itu telah menimbulkan adanya salah paham.
Pengaruh Muhammad kini sudah mulai
terasa sampai ke pelosok-pelosok jazirah. Setiap ada golongan atau kabilah yang
mencoba-coba hendak melawan pengaruh itu, Nabi sudah siap pula mengirimkan
kekuatan ke sana dan mengharuskan mereka tunduk membayar kharaj dengan tetap
dalam kepercayaan mereka, atau sebagai orang Islam dengan membayar zakat.
Berita
Rumawi
Sementara perhatiannya sedang
diarahkan ke seluruh jazirah Arab supaya jangan lagi ada pihak yang akan dapat
menggoyahkan, dan keamanan di seluruh wilayah itu benar-benar aman sampai ke
pelosok-pelosok, tiba-tiba ada berita sampai kepadanya dari pihak Rumawi, bahwa
negara itu sedang menyiapkan sebuah pasukan tentara yang hendak menyerang
perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu serangan yang akan membuat
orang lupa akan penarikan mundur yang secara cerdik dilakukan pihak Arab di
Mu'ta dulu itu. Juga akan membuat orang lupa akan pengaruh Muslimin yang deras
maju ke segenap penjuru yang hendak membendung kekuasaan Rumawi di Syam dan
kekuasaan Persia di Hira. Berita itu tiba sudah begitu konkrit. Ia tidak lagi
ragu-ragu dalam mengambil kesempatan ini. Ia hendak menghadapi sendiri kekuatan
itu dan akan menghancurkannya sekali dengan mengikis habis setiap harapan dalam
hati pemimpin-pemimpin mereka yang bermaksud hendak menyerang dan mengganggu
kawasan itu.
Ketika itu musim panas belum
berakhir. Suhu panas musim pada awal musim rontok yang sampai pada titik yang
sangat tinggi itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah padang
pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Medinah ke Syam, selain perjalanan
yang panjang juga sangat sukar sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan
bahan makanan dan air. Jadi, tidak ada jalan lain Muhammad harus memberitahukan
niatnya hendak berangkat menghadapi Rumawi itu kepada umum; supaya mereka juga
bersiap-siap. Tidak ada jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya
dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah, yang dalam memimpin pasukannya
sering ia menuju ke jurusan lain daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan
pihak musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.
Seruan Muhammad
menghadapi
Rumawi
Kemudian Muhammad menyerukan kepada
semua kabilah bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin. Orang-orang
kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya supaya ikut serta dalam menyiapkan
pasukan itu dengan harta yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya
sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan demikian, itu akan
berarti sekali sehingga dapat membawa rasa cemas kedalam jiwa pihak Rumawi,
yang sudah terkenal oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.
Bagaimana gerangan kaum Muslimin
menyambut seruan ini, yang berarti harus meninggalkan isteri, anak dan
harta-benda, dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan
tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa, kemudian harus pula
menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh
kaum Muslimin? Akan tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta
kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan itu, berangkat dalam
satu arak-arakan yang rasanya dapat menyempitkan ruang padang sahara itu,
sambil mengerahkan semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata ditangan,
dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai beritanya kepada musuh,
mereka akan lari tunggang-langgang. Ataukah barangkali perjalanan yang begitu
sulit itu, di bawah lecutan udara panas, dibawah ancaman lapar dan haus, mereka
akan jadi enggan dan kembali surut?
Mereka yang tinggal di belakang dan
orang-orang Munafik
Dua perasaan itu di kalangan
Muslimin ada pada waktu itu. Ada yang menyambut agama ini dengan hati yang
bersemarak cahaya dan bimbingan Tuhan, hati yang sudah berkilauan cahaya iman,
dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang masuk agama dengan suatu
harapan, dan dengan rasa gentar. Mereka mengharapkan harta rampasan perang,
karena kabilah-kabilah itu sudah tak berdaya menahan serbuan Muslimin, lalu
mereka menyerah dan bersedia membayar jizya2 dengan taat dan patuh. Yang merasa
gentar karena kekuatan ini dapat menghantam kekuatan lain yang merintanginya,
dan ditakuti kekuasaannya oleh setiap raja. Golongan pertama, dengan segera
mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan Rasulullah. Ada orang miskin
dari mereka itu, tidak ada binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula
orang yang kaya raya, menyerahkan semua harta kepadanya untuk diserahkan kepada
perjuangan di jalan Allah, dengan hati ikhlas, dengan harapan akan gugur pula
sebagai syahid di sisi Tuhan. Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan
mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil berbisik-bisik sesama mereka dan
mencemooh ajakan Muhammad kepada mereka untuk menghadapi suatu peperangan yang
jauh, dalam udara yang begitu panas membakar.
Itulah mereka orang-orang munafik,
yang karenanya Surah At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan yang paling
besar dan tegas-tegas menyampaikan ancaman Tuhan kepada mereka yang
membelakangi ajakan Rasulullah.
Ada sekelompok orang-orang munafik
yang berkata satu sama lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas.
Maka firman Tuhan ini turun: "É dan mereka berkata: "Jangan kamu berangkat perang dalam udara
panas begini.' Tapi katakanlah: 'Api neraka lebih panas lagi, kalau kamu mengerti!
Biarlah mereka tertawa sedikit dan menangis lebih banyak sebagai balasan atas
hasil perbuatan mereka." (Qur'an, 9: 81-82)
Kata Muhamnmad kepada Jadd b. Qais -
salah seorang Banu Salima: "Hai Jadd, engkau bersedia tahun ini menghadapi
Banu'l Ashfar?"
"Rasulullah," kata Jadd.
"Ijinkanlah saya untuk tidak dibawa ke dalam ujian serupa ini. Masyarakat
saya sudah cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih berahi terhadap
wanita seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau saya melihat wanita-wanita Banu'l-Ashfar,
saya takkan dapat menahan diri." [Banu'lAshfar ialah bangsa Rumawi].
Oleh Rasulullah ia ditinggalkan.
Dalam hubungan ini ayat berikut ini turun: "Ada pula di antara mereka yang berkata: 'Ijinkanlah saya (tidak ikut
serta) dan jangan kaubawa saya ke dalam ujian ini.' Ya, ketahuilah, mereka kini
sudah terjatuh ke dalam ujian itu, dan bahwa neraka itu melingkungi orang-orang
kafir." (Qur'an, 9:49)
Muhammad bersikap
tegas
Orang-orang yang memang sudah
membawa bibit-bibit kebencian dalam hatinya kepada Muhammad, mereka mengambil
kesempatan dalam peristiwa ini supaya orang-orang munafik itu tambah munafik
dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan perang. Muhammad melihat
bahwa mereka itu tak dapat diberi hati, kuatir nanti akan merajalela. Ia
berpendapat akan mengambil tindakan terhadap mereka dengan tangan besi. Ia
mengetahui, bahwa banyak orang berkumpul di rumah Sulaim orang Yahudi itu.
Mereka mau mengalang-alangi orang, mau menanamkan rasa enggan dalam hati orang
dan supaya mereka tinggal saja di garis belakang. Didampingi oleh beberapa
orang sahabat ia mengutus Talha b. 'Ubaidillah kepada mereka dan rumah Sulaim
itu dibakar. Salah seorang dari mereka patah kakinya ketika ia melarikan diri
dari dalam rumah itu. Yang lain-lain langsung menerobos api itu dan dapat
meloloskan diri.
Tetapi mereka sudah tidak lagi
mengulangi perbuatan semacam itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain.
Sesudah itu tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.
Tindakan tegas terhadap orang-orang
munafik itu ada juga bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu orang-orang kaya
dan orang-orang berada telah pula datang menyumbangkan hartanya dalam jumlah
yang cukup besar. Usman b. 'Affan saja sendiri menyumbang seribu dinar, dan
banyak lagi yang lain, masing-masing menurut kemampuannya. Setiap orang yang
mampu tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula. Orang-orang yang tidak
punya juga banyak yang datang ingin dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu
oleh Nabi dibawa, sedang kepada yang lain ia berkata: "Dalam hal ini saya
tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu."
Dengan demikian mereka pun kembali,
kembali dengan bercucuran airmata. Mereka sedih, karena tak ada pula yang dapat
mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itu mereka diberi nama Al-Bakka'un
(orang-orang yang menangis). Pasukan yang sudah berkumpul mendampingi Muhammad
ini - yang disebut Pasukan 'Usra karena kesukaran yang dialami sejak mulai
dibangun - sebanyak tigapuluh ribu Muslimin. Dalam menunggu Muhammad kembali
dari mengurus beberapa masalah di Medinah, sementara dia tidak ada, di
tengah-tengah pasukan yang sudah berkumpul itu Abu Bakrlah yang bertindak
sebagai imam sembahyang.
Sekarang, setelah masalah-masalah
dalam kota diserahkan kepada Muhammad b. Maslama; dan Ali b. Abi Talib diserahi
urusan keluarga dan disuruhnya ia tinggal dengan mereka. Setelah segala
sesuatunya sudah dianggap beres, ia pun kembali ke tempat semula memimpin
pasukan. Ketika itu Abdullah b. Ubayy juga sudah siap dengan sebuah pasukan
terdiri dari golongannya sendiri, akan berangkat disamping pasukan Muhammad.
Akan tetapi menurut Nabi, Abdullah dan pasukannya itu supaya tetap di Medinah
saja karena selain kurang dapat dipercaya imannya juga ia tidak kuat.
Setelah mendapat perintah, pasukan
itu pun berangkat, debu dan pasir halus mengepul-ngepul ke udara diselingi oleh
ringkik kuda. Wanita-wanita Medinah pergi naik ke atas loteng hendak
menyaksikan pasukan tentara yang dahsyat ini, berangkat hendak menerobos padang
sahara menuju ke arah Syam; yang demi di jalan Allah, tidak mereka pedulikan
lagi udara panas, rasa dahaga dan lapar, dengan meninggalkan mereka yang mau
duduk-duduk dan tinggal di belakang, orang-orang yang lebih suka tinggal di
tempat yang teduh dan bersenang-senang daripada suatu ujian iman dan perkenanan
Tuhan. Pasukan tentara yang telah didahului oleh sepuluh ribu pasukan berkuda
serta kaum wanita yang begitu terpesona menyaksikan segala kebesaran dan
kekuatan itu, suasananya telah dapat menggerakkan hati beberapa orang yang
tadinya surut dalam menerima ajakan Rasul dan tidak mau ikut. Demikian juga Abu
Khaithama, setelah melihat suasana itu ia kembali pulang. Kedua orang isterinya
dijumpainya masing-masing sedang menyirami tempat ia berteduh dan sedang
mendinginkan air minum dan menyediakan makanan buat dia. Setelah dilihatnya apa
yang dilakukan wanita itu ia berkata: "Rasulullah dalam terik matahari,
angin dan udara panas, sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan
makanan dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan perbekalanku, aku akan
menyusul."
Setelah bekal yang diperlukan
disediakan, ia pun pergi menyusul pasukan tentara. Mungkin masih ada juga
sekelompok orang yang tinggal di belakang telah pula mengikuti jejak Abu
Khaithama, setelah mereka menyadari bahwa tindakan mereka yang hendak mengelak
dan takut-takut itu suatu tindakan tercela dan hina.
Dalam perjalanannya tentara itu
sudah sampai di Hijr. Di tempat ini terdapat pula puing-puing bekas rumah-rumah
kaum Thamud yang terukir pada batu besar. Di tempat itu mereka oleh Rasulullah
diperintahkan berhenti. Orang-orang pun mulai mengambil air dari sumur. Setelah
selesai, kata Rasul kepada mereka: "Jangan ada yang minum air sumur ini,
juga jangan dipakai berwudu untuk sembahyang. Bila sudah ada adonan yang kamu
buat dengan air itu berikanlah kepada ternak dan samasekali jangan kamu makan.
Juga jangan ada yang keluar malam ini kalau tidak disertai seorang teman."
Soalnya tempat itu tiada pernah
dilalui orang dan kadang timbul angin badai berupa pasir yang dapat menimbun
manusia atau binatang. Malam itu ada dua orang yang keluar diluar perintah
Rasul. Salah seorang daripada mereka dibawa angin dan yang seorang lagi
tertimbun pasir. Keesokan harinya orang melihat pasir itu telah menimbuni sumur
sehingga air tidak ada lagi. Orang jadi takut akan kehausan lebih ngeri lagi
karena perjalanan masih panjang. Akan tetapi, sementara mereka dalam keadaan
demikian, tiba-tiba datang awan membawa hujan dan mereka pun kini mendapat air
berlimpah-limpah. Perasaan takut hilang dan mereka semua bergembira. Ada mereka
yang berkata satu sama lain, bahwa itu suatu mujizat. Sedang yang lain
mengatakan itu hanya awan lalu.
Tentara
Rumawi
Setelah itu pasukan tentara itu
meneruskan perjalanan ke Tabuk. Sebenarnya tentang pasukan ini dan kekuatannya
beritanya sudah sampai kepada pihak Rumawi. Oleh karena itu ia lebih suka
menarik mundur pasukannya yang tadinya sudah ditujukan ke perbatasan dengan
maksud hendak melindungi daerah Syam dengan benteng-bentengnya itu. Setelah
pihak Muslimin sampai di Tabuk dan Muhammad mengetahui pihak Rumawi menarik
diri dan berada dalam ketakutan, dirasa sudah tidak pada tempatnya akan
mengejar mereka terus sampai ke dalam negeri mereka.
Oleh karena itu ia tetap tinggal di
perbatasan, akan menghadapi siapa saja yang akan menyerang atau melawannya. Ia
berusaha menjaga perbatasan-perbatasan itu supaya jangan ada pihak yang
melandanya.
Perjanjian dengan Yohanna dan para
amir perbatasan
Ketika itulah Yohanna bin Ru'ba -
seorang amir (penguasa) Aila3 yang tinggal di perbatasan oleh Nabi telah
dikirimi surat supaya ia tunduk atau akan diserbu. Yohanna datang sendiri
dengan memakai salib dari emas di dadanya. Ia datang dengan membawa hadiah dan
menyatakan setia. Ia mengadakan perdamaian dengan Muhammad dan bersedia
membayar jizya seperti yang juga dilakukan oleh pihak Jarba'4 dan Adhruh5
dengan membayar jizya. Di samping itu Rasulullah telah pula membuat surat-surat
perjanjian perdamaian dengan mereka. Berikut ini salah satu bunyi teks itu,
yakni yang dibuat dengan Yohanna:
"Atas nama Allah, Pengasih dan
Penyayang. Surat ini ialah perjanjian keamanan atas nama Tuhan dari Muhammad,
Nabi Utusan Allah kepada Yohanna ibn Ru'ba serta penduduk Aila, atas
kapal-kapal dan kendaraan-kendaraan dalam perjalanan mereka di darat dan di
laut, mereka berada dalam jaminan Allah dan Muhammad, termasuk mereka penduduk
Syam, penduduk Yaman dan penduduk pantai laut. Barangsiapa melakukan suatu
pelanggaran maka selain dirinya, hartanya itu tidak akan dapat melindunginya
dan Muhammad dibenarkan mengambil itu dari mereka. Mereka tidak boleh
dirintangi dari air yang dikehendaki atau jalan yang akan ditempuhnya, di darat
atau di laut."
Sebagai tanda persetujuan atas
perjanjian ini Muhammad telah pula memberikan hadiah kepada Yohanna berupa
mantel tenunan Yaman disertai perhatian penuh kepadanya, setelah diperoleh
persetujuan bahwa Aila akan membayar jizya sebesar 3000 dinar tiap tahun.
Muhammad sebenarnya sudah tidak
perlu lagi berperang setelah pihak Rumawi menarik diri, dan telah dibuat
perjanjian dengan daerah-daerah yang terletak di perbatasan dan karena sudah
merasa aman setelah pula balatentara Bizantium kembali dari wilayah itu, kalau
tidak karena lalu timbul suatu kekuatiran baru. Pihak Ukaidir b. 'Abd'l-Malik
al-Kindi orang Nasrani, Penguasa Duma6 itu akan memberontak dengan mendapat
bantuan balatentara Rumawi bilamana mereka datang dari jurusan itu. Itu
sebabnya Nabi lalu menugaskan Khalid bin'l-Walid dengan sebuah pasukan berkuda
terdiri dari 500 orang. Dia sendiri berbalik dengan pasukannya kembali ke
Medinah.
Dengan cepat sekali Khalid terjun
menyusur ke Duma dengan tidak setahu penguasa itu, yang dalam malam terang
bulan dengan disertai saudaranya yang bernama Hassan, sedang sama-sama memburu
lembu liar. Khalid tidak mendapat perlawanan yang berarti. Hassan terbunuh dan
Ukaidir ditawan. Ia diancam akan dibunuh kalau pintu gerbang Duma tidak dibuka.
Oleh karena itu pintu-pintu kota kemudian dibuka sebagai tebusan atas diri sang
amir. Dari tempat ini Khalid kemudian dapat mengangkut sebanyak duaribu ekor
unta, delapan ratus ekor kambing, empat ratus wasq (muatan) gandum dan empat
ratus buah pakaian besi. Semua itu diangkutnya bersama-sama dengan Ukaidir
sampai dapat menyusul Nabi di Ibukota. Muhammad menawarkan Islam kepada Ukaidir
yang kemudian diterimanya dan ia pun menjadi pula sekutunya.
Jalan ke Syam yang panas
membakar
Muhammad kembali dengan memimpin
ribuan anggota Pasukan 'Usra ini dari perbatasan Syam ke Medinah, bukanlah soal
yang ringan. Mereka itu kebanyakan tidak mengerti makna persetujuan yang telah
diadakan dengan amir Aila dan negeri-negeri tetangganya, Juga mereka tidak
menganggap begitu penting persetujuan-persetujuan yang telah dibuat oleh
Muhammad guna menjamin keamanan di perbatasan seluruh jazirah itu serta
dibangunnya benteng-benteng di tempat-tempat itu sebagai perbatasan dengan
pihak Rumawi. Sebaliknya yang dapat mereka lihat hanyalah, bahwa mereka
menempuh jalan yang sulit dan panjang ini, dengan mengalami gangguan-gangguan,
kemudian kembali tanpa membawa rampasan, tanpa membawa tawanan perang, bahkan
berperang juga tidak. Segala yang dapat mereka lakukan hanyalah tinggal di
Tabuk selama hampir duapuluh hari.
Jadi, hanya untuk inikah mereka
mengarungi padang sahara di bawah tekanan panas musim yang dahsyat, sementara
buah-buahan di Medinah sudah mulai masak, dan orang sudah pula dapat
menikmatinya? Ada segolongan orang yang lalu mengejek apa yang telah dilakukan
Muhammad itu. Orang yang memang sudah teguh imannya, menyampaikan kabar ini
kepadanya. Ia mengambil tindakan terhadap orang-orang yang mengejeknya itu,
kadang dengan kekerasan, kadang dengan cara lemah-lembut, sementara pasukan
tentara meneruskan perjalanan pulang ke Medinah sambil selalu Muhammad menjaga
dan mengatur barisan itu.
Tatkala ia sudah sampai di kota,
Khalid bin'l-Walid pun menyusul pula sampai. Ia datang bersama dengan Ukaidir
yang dibawanya dari Duma, berikut unta, kambing, gandum dan baju-baju besi.
Ketika itu Ukaidir mengenakan pakaian lengkap dari sutera berat dengan
berumbaikan emas. Penduduk Medinah sangat terpesona melihatnya.
Mereka yang tinggal di belakang
tidak mengikutinya merasa gelisah sekali. Mereka yang tadinya mengejek kini
mulai sadar sendiri. Mereka datang sekarang sambil membawa dalih minta maaf.
Tetapi kebanyakan mereka minta maaf itu disertai kebohongan. Sikap mereka ini
oleh Muhammad ditolak, diserahkan kepada kebijaksanaan Tuhan. Tetapi ada tiga
orang yang sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul, mereka ini mengakui
akan tindakan mereka tinggal di belakang dan mengakui pula dosa mereka. Mereka
itu ialah Ka'b b. Malik, Murara bin'r-Rabi' dan Hilal b. Umayya. Karena
larangan yang pernah dikeluarkan oleh Muhammad, mereka bertiga itu selama
limapuluh hari tidak diajak bicara oleh kaum Muslimin, juga tidak seorang
Muslim pun mengadakan hubungan dagang dengan mereka. Tetapi Tuhan kemudian
mengampuni mereka bertiga, dan firman Tuhan ini turun:
"Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang
Anshar yang telah mengikuti Nabi pada masa kesulitan ('usra) setelah ada
sebahagian mereka yang hampir menyimpang hatinya. Tetapi kemudian Tuhan
menerima taubat mereka. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada mereka. Juga
terhadap tiga orang yang tinggal di belakang, sehingga bumi yang seluas ini
terasa sempit oleh mereka, napas mereka pun terasa sesak, dan mereka sudah
mengerti, bahwa tak ada tempat berlindung dari siksa Tuhan selain kepada Tuhan
juga. Kemudian Allah menerima taubat mereka supaya mereka selalu bertaubat. Dan
Allah Maha Penerima segala taubat dan Maha Pengasih." (Qur'an,
9:117-118)
Sejak itu Muhammad bersikap tegas
terhadap orang-orang Munafik, suatu sikap yang tidak biasa mereka alami
sebelumnya. Soalnya ialah karena jumlah kaum Muslimin sudah bertambah banyak.
Tingkah-laku kaum Munafik terhadap mereka akan berbahaya sekali dan sangat
dikuatirkan. Oleh karena itu perlu diatasi. Muhammad memang sudah yakin sekali
- setelah janji Tuhan akan memberikan kemenangan kepada agama dan perintah
Tuhan - bahwa jumlah mereka akan bertambah, akan berlipat-ganda banyaknya dari
yang sekarang. Maka ketika itulah orang-orang Munafik akan merupakan bahaya
besar. Keadaan sebelum itu, tatkala Islam masih terbatas dalam kota Medinah dan
sekitarnya, segala yang terjadi terhadap kaum Muslimin dia sendiri yang
mengawasinya. Tetapi, sesudah agama meluas tersebar ke seluruh jazirah Arab,
bahkan sudah hampir meluas keluar, maka setiap kelalaian terhadap orang-orang
Munafik itu, berarti akan merupakan suatu bencana yang sangat dikuatirkan
akibatnya, akan merupakan bahaya yang cepat sekali akan menjalar jika tidak
lekas-lekas pula kuman-kuman itu diberantas.
Ada beberapa orang membuat sebuah
mesjid7 di Dhu Awan sejauh satu jam perjalanan dari Medinah. Ke dalam mesjid
inilah kelompok orang-orang Munafik itu selalu datang. Mereka berusaha hendak
mengubah ajaran Tuhan dari yang sebenarnya. Dengan itu mereka hendak
memecah-belah kaum Muslimin dengan menimbulkan bencana dan kekufuran. Kelompok
ini meminta kepada Nabi supaya membuka mesjid dan sekalian sembahyang di tempat
itu. Permintaan mereka diajukan sebelum peristiwa Tabuk. Oleh Nabi mereka
diminta menunggu sampai ia kembali. Tetapi setelah kembali dan mengetahui
persoalan mesjid itu serta untuk apa pula tujuan sebenarnya dibangun, oleh Nabi
diperintahkan supaya mesjid itu dibakar. Dengan demikian hal itu telah menjadi
contoh, yang membuat orang-orang Munafik itu jadi ketakutan. Mereka surut dan
menyisihkan diri. Yang akan melindungi mereka pun sudah tak ada lagi selain
Abdullah b. Ubayy, ketua dan pemimpin mereka itu.
Hanya saja sesudah Tabuk, Abdullah
b. Ubayy ini tidak lama lagi hidupnya. Setelah dua bulan menderita sakit ia
mati. Meskipun rasa dengki terhadap Muslimin sudah menggerogoti hatinya sejak
Nabi tinggal di Medinah, namun Muhammad lebih suka kaum Muslimin jangan
menggangu Ibn Ubayy. Ketika orang ini meninggal dan Nabi diminta
menyembahyangkannya, dengan segera pula Nabi pun menyembahyangkan dan mendoakan
ketika dikuburkan sampai upacara itu selesai. Dengan matinya Ibn Ubayy sendi kaum
Munafik itu juga runtuh. Mereka yang masih ada, sekarang dengan sungguh-sungguh
mereka bertaubat kepada Tuhan.
Dengan ekspedisi Tabuk ini maka
selesailah amanat Tuhan diajarkan ke seluruh jazirah Arab, dan Muhammad sudah
merasa aman dari setiap permusuhan yang akan ditujukan kepada agama.
Utusan-utusan dari pelbagai daerah sekarang datang menghadap kepadanya dengan
menyatakan sekali kesetiaannya serta mengumumkan pula keislamannya. Ekspedisi
sekali ini buat Nabi a.s. merupakan ekspedisi terakhir. Sesudah itu Muhammad
menetap di Medinah, menikmati karunia pemberian Tuhan kepadanya. Ibrahim
anaknya merupakan jantung hati cindur mata selama enambelas atau delapanbelas
bulan. Apabila ia selesai menerima para utusan, mengurus masalah-masalah kaum
Muslimin, menunaikan kewajiban kepada Tuhan serta hak kewajiban seluruh
keluarga, hatinya merasa sejuk dengan melihat bayi yang selalu berkembang dan
baik sekali pertumbuhannya itu. Makin lama makin jelas kesamaannya, yang
membuat sang ayah makin cinta dan kasih kepadanya. Sepanjang bulan itu yang
menjadi inang pengasuhnya ialah Umm Saif, yang menyusui dan memberikan susu
kambing pengasih Nabi dulu itu.
Cinta-kasih Muhammad kepada Ibrahim
sebenarnya bukan karena suatu maksud pribadi yang ada hubungannya dengan Risalah
yang dibawanya, atau dengan yang akan menjadi penggantinya. Muhammad a.s.
dengan imannya kepada Tuhan dan kepada Risalah Tuhan tidak akan memikirkan anak
atau siapa yang akan mewarisinya. Bahkan dikatakannya: "Kami para Nabi,
tidak dapat diwarisi. Apa yang kami tinggalkan untuk sedekah."
Akan tetapi, rasa kasih insani dalam
artinya yang luhur, rasa kasih insani yang begitu dalam tertanam dalam hati
Muhammad - yang kiranya tidak akan dicapai oleh siapa pun, rasa insani yang
akan membuat manusia Arab memandang anak laki-laki yang akan mewarisinya
sebagai sebuah lukisan abadi - rasa kasih inilah yang telah membuat Muhammad
mencurahkan semua cintanya kepada Ibrahim, kasih-sayang yang tiada taranya. Dan
rasa kasih ini lebih parah merasuk ke dalam hati, karena sebelum itu ia telah
kehilangan kedua puteranya - Qasim dan Tahir, - dan keduanya masih bayi dalam
pangkuan Khadijah ibunya. Setelah Khadijah wafat ia kehilangan puteri-puterinya
pula, satu demi satu, setelah mereka bersuami dan menjadi ibu. Sekarang tak ada
lagi yang masih hidup, selain Fatimah. Putera-putera dan puteri-puteri itu,
yang satu demi satu berguguran di tangannya dan dengan tangannya sendiri pula
ia menguburkan mereka ke dalam pusara, yang telah meninggalkan luka yang begitu
pedih dalam hatinya, kini terasa terobat juga dengan lahirnya Ibrahim, tempat
buah hati meletakkan segala harapan. Dan sudah sepantasnya pula bila dengan
harapan itu ia merasa gembira, merasa bahagia.
Ibrahim
sakit
Tetapi harapan ini tidak berlangsung
lama; hanya selama beberapa bulan saja seperti yang sudah kita sebutkan.
Sesudah itu Ibrahim jatuh sakit, sakit yang sangat menguatirkan. Ia dipindahkan
ke sebuah tempat dengan kebun kurma di samping Masyraba Umm Ibrahim. Maria dan
Sirin adiknya selalu menjaga dan merawatnya. Bayi ini tidak lama sakitnya
Tatkala ajal sudah dekat dan Nabi diberi tahu, karena rasa sedih yang sangat
mendalam, ia berjalan dengan memegang tangan Abdur-Rahman b. 'Auf sambil
bertumpu kepadanya. Bila ia sudah sampai ke tempat itu di samping 'Alia -
tempat Masyraba yang sekarang - dijumpainya Ibrahim dalam pangkuan ibunya,
sedang menarik napas terakhir. Diambilnya anak itu, lalu diletakkannya di
pangkuannya dengan hati yang remuk-redam rasanya. Tangannya menggigil. Kalbu
yang duka dan pilu rasa mencekam seluruh sanubari. Lukisan hati yang sedih
mulai membayang dalam raut wajahnya. Sambil meletakkan anak itu di pangkuan ia
berkata: "Ibrahim, kami tak dapat menolongmu dari kehendak Tuhan."
Dalam keadaan hening yang menekan
itu kemudian airmatanya berderai bercucuran, sementara anak itu sedang menarik
napas terakhir. Sang ibu dan Sirin menangis menjerit-jerit; oleh Rasulullah
dibiarkan mereka begitu.
Muhammad meratapi kematian
Ibrahim
Setelah tubuh Ibrahim tiada bergerak
lagi, sudah tiada bernyawa, dan dengan kematiannya itu padam pula semua harapan
yang selama ini membuka hati Nabi, makin deras pula airmata Muhammad mengucur,
sambil ia berkata:
"Oh Ibrahim, kalau bukan karena
soal kenyataan, dan janji yang tak dapat dibantah lagi, dan bahwa kami yang
kemudian akan menyusul orang yang sudah lebih dahulu daripada kami, tentu akan
lebih lagi kesedihan kami dari ini."
Dan setelah diam sejenak, katanya
lagi: "Mata boleh bercucuran, hati dapat merasa duka, tapi kami hanya
berkata apa yang menjadi perkenan Tuhan, dan bahwa kami, O Ibrahim, sungguh
sedih terhadapmu." Muslimin yang melihat Muhammad begitu duka, beberapa
orang terkemuka hendak mengurangi hal itu dengan mengingatkannya akan
larangannya berbuat demikian. Tapi ia menjawab: "Aku tidak melarang orang
berduka cita, tapi yang kularang menangis dengan suara keras. Apa yang kamu
lihat dalam diriku sekarang, ialah pengaruh cinta dan kasih didalam hati. Orang
yang tiada menunjukkan kasih sayangnya, orang lain pun tiada akan menunjukkan
kasih sayang kepadanya." Atau seperti dikatakan juga: Kemudian ia berusaha
menahan duka hatinya. Ia memandang Maria dan Sirin dengan pandangan penuh
kasih. Kepada mereka dimintanya supaya lebih tenang sambil katanya: "Ia
akan mendapat inang pengasuh di surga."
Kemudian setelah ia dimandikan oleh
Umm Burda, - sumber lain menyebutkan oleh Fadzl bin'l-'Abbas - dibawa dari
rumah itu di atas sebuah ranjang kecil. Nabi dan Abbas pamannya, begitu juga
sejumlah kaum Muslimin ikut mengantarkan sampai ke Baqi'. Di tempat itu ia
dimakamkan setelah disembahyangkan oleh Nabi. Selesai pemakaman Muhammad minta
supaya makam itu ditutup kemudian diratakannya dengan tangannya sendiri. Ia
memercikkan air dan memberi tanda di atas kubur itu. Lalu katanya:
"Sebenarnya ini tidak membawa
kerugian, juga tidak mendatangkan keuntungan. Tetapi hanya akan menyenangkan
hati orang yang masih hidup. Apabila orang mengerjakan sesuatu, Tuhan lebih
suka bila dikerjakan secara sempurna."
Bersamaan dengan kematian Ibrahim
itu kebetulan terjadi pula matahari gerhana. Kaum Muslimin menganggap peristiwa
itu suatu mujizat. Kata mereka matahari gerhana karena Ibrahim meninggal. Hal
ini terdengar oleh Nabi.
Karena cintanya yang begitu besar
kepada Ibrahim, dan rasa duka yang begitu dalam karena kematiannya, adakah ia
lalu merasa terhibur mendengar kata-kata itu, atau setidak-tidaknya akan
didiamkan saja, menutup mata melihat orang sudah begitu terpesona karena telah
menganggap itu suatu mujizat? Tidak. Dalam keadaan serupa itu, kalau pun ini
layak dilakukan oleh mereka yang suka mengambil kesempatan karena kebodohan
orang, atau layak dilakukan oleh mereka yang sudah tak sadar karena terlampau
sedih, buat orang yang berpikir sehat tentu hal ini tidak layak, apalagi buat
Nabi Besar! Muhammad melihat mereka yang mengatakan bahwa matahari telah jadi
gerhana karena kematian Ibrahim, dalam khotbahnya kepada mereka ia berkata:
"Matahari dan bulan ialah tanda
kebesaran Tuhan, yang tidak akan jadi gerhana karena kematian atau hidupnya
seseorang. Kalau kamu melihat hal itu, berlindunglah dalam zikir kepada Tuhan
dengan berdoa."
Sungguh suatu kebesaran yang tiada
taranya. Rasul tidak melupakan risalahnya itu dalam suatu situasi yang begitu
gawat, situasi jiwa yang sedang dalam keharuan dan kesedihan yang amat dalam!
Kalangan Orientalis dalam menanggapi peristiwa yang terjadi terhadap diri
Muhammad ini, tidak bisa lain mereka bersikap hormat dan kagum sekali! Mereka
tidak dapat menyembunyikan rasa kekaguman dan rasa hormatnya itu kepadanya.
Mereka menyatakan pengakuan mereka tentang kejujuran orang itu, yang dalam
situasi yang sangat gawat ia tetap mempertahankan hak dan kejujurannya yang
sungguh-sungguh !
Gerangan bagaimana pula perasaan
isteri-isteri Nabi melihat kesedihan dan dukacita yang menimpanya begitu
mendalam karena kematian Ibrahim itu? Dia sendiri sudah merasa terhibur dengan
karunia Tuhan itu dan dapat pula meneruskan tugas menunaikan risalah serta
dengan bertambahnya Islam tersebar pada perutusan yang terus-menerus datang
kepadanya dari segenap penjuru, sehingga tahun kesepuluh Hijrah ini diberi nama
'Am'lWufud - Tahun Perutusan.' Pada tahun itulah Abu Bakr memimpin orang
menunaikan ibadat haji.
Catatan
kaki
- Zakat 'usyr ialah zakat hasil bumi yang dikenakan 1/10 dari produksi hasil pertanian bila diolah dengan bantuan air hujan atau mata air alam dan 1/20 bila diairi dengan menggunakan tenaga. Ada yang berpendapat, bahwa secara teknis ini bukan zakat, karena yang dikenakan hanya hasilnya (A).
- Pajak kepala sebagai kompensasi atas setiap non-Muslim di bawah pemerintahan Islam dengan mendapat jarninan keamanan dan dibebaskannya ia dari wajib militer (A).
- Aila ialah Elath atau 'Aqaba sekarang, di dekat Teluk Aqaba (A).
- Jarba' sebuah desa di dekat Amman di bilangan Balqa, wilayah Syam.
- 'Adhruh, nama tempat di ujung Syam antara Balqa, dengan Amman, berdekatan dengan Hijaz dan tidak jauh dari Jarba'.
- Duma, ialah yang dikenal dengan nama Dumat'l-Jandal, terletak sekitar 220 km dari Damsyik ke jurusan Medinah.
- Mesjid ini dikenal dengan nama 'Masjid Dziral' atau 'Masjid Bencana,' dzirar harfiah berarti 'kerusuhan,' 'kerugian,', 'bahaya' (A).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar